2.Willem van Eldik
Saat berusia 20 tahun, ia menjadi guru di Sekolah Angka 2. Setelah dua tahun, ia memperoleh ijazah Klein Ambtenaar.
Dari Makassar, ia lalu kembali ke Jawa tepatnya ke Bandung dan menjalani profesi sebagai wartawan di harian Kaoem Moeda dan Kaoem Kita. Pekerjaannya itu tetap dilakukannya meski tinggal di Jakarta.
Soepratman diketahui pandai menggubah lagu dan biola. Sebab, saat berada di Makassar, ia mendapatkan pelajaran musik dari kakak iparnya.
Pada 1924, saat di Bandung, ia menggubah lagu Indonesia Raya. Lagu itu mulai diperkenalkan pada Oktober 1928 saat Kongres Pemuda II.
3. Albertus Soegijapranata
Albertus Soegijapranata adalah seorang pahlawan nasional sekaligus uskup. Ia ditahbiskan sebagai uskup pribumi pertama 1940 oleh keputusan Paus Pius XII.
Sebagai uskup, Soegija pada saat itu membawahi pastor-pastor Belanda. Untuk menunjukkan nasionalismenya, ia menyebutkan semboyan “100% Katolik 100% Indonesia”.
Saat tragedi kekacauan di Semarang, Soegija menengahi konflik. Dan saat, ibu kota RI dipindahkan ke Yogyakarta, ia turut memindahkan pusat administrasinya dari Semarang ke Yogyakarta.
4. Agustinus Adisoetjipto
Agustinus Adisoetjipto adalah pilot pertama yang berasal dari orang Indonesia. Pada 5 oktober 1945 dibentuk tentara keamanan rakyat (TKR) yang dikepalai oleh Surya Dharma.
Atas perintah Surya Dharma, Adisoetjipto mengecat pesawat Jepang dengan warna merah putih dan menerbangkannya kesana kemari untuk membakar semangat para pejuang yang melihat untuk tetap mempertahankan kemerdekaan.
Adisoetjipto juga diberi tugas menjemput bantuan obat–obatan di Hindia dan Malaya dengan menerobos blokade Belanda. Saat pesawat yang diterbangkan tiba di Yogyakarta, mengalami tragedi penembakan oleh dua pesawat Belanda. Adisoetjipto juga berhasil mendirikan sekolah penerbangan pertama di Indonesia yang berlokasi di Yogyakarta.
5. Ignatius Slamet Rijadi
Slamet Rijadi adalah pahlawan yang berhasil membawa kabur kapal Jepang pada usia 17 tahun, dan mengumpulkan para pejuang kemerdekaan untuk merebut kembali kota Surakarta yang telah diduduki oleh Belanda.
Pada masa pemberontakan, pahlawan kelahiran Surakarta ini juga berperan menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh DI TII, Ratu Adil dan Andi Azis. Sebagai Tentara Nasional Indonesia, Slamet Rijadi juga diutus untuk menumpas Republik Maluku Selatan (Ambon) dan disanalah dia wafat.
Ia bekerjasama dengan EA Kawilarang untuk cita–cita bersama membentuk Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat RPKAD yang kini disebut Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS).
6. Robert Wolter Mongonsidi
Mongonsidi dilahirkan di Malalayang pada 1925. Ia adalah alumni sekolah Frater Don Bosco Manado yang dikenal dengan nama AMS (Algemene Middelbare School) pada 1950.
“Setia hingga akhir dalam keyakinan”, catatan itulah yang menjadi pesan terakhirnya sebelum di eksekusi mati di hadapan regu tembak pada 1949.