Sayyida Al Hurra, Wanita Bangsawan Muslim yang Jadi Ratu Bajak Laut

Rahman Asmardika, Jurnalis
Kamis 15 Juni 2023 06:01 WIB
Sayyida Al Hurra. (Foto: YouTube)
Share :

JAKARTA - Sayyida Al Hurra adalah seorang bajak laut wanita yang menjadi momok bagi kapal-kapal Eropa di Laut Mediterania pada abad ke-16. Armada Sayyida Al Hurra menargetkan pedagang Portugis dan Spanyol yang melintasi jalur Laut Tengah, bahkan ikut menjalin aliansi dengan Barbarossa, yang merupakan bagian dari kekuatan maritim Kekaisaran Ottoman pada saat itu.

Dikutip dari kanal YouTube Safina, Sayyida Al Hurra lahir di Granada, Semenanjung Iberia, pada 1485 dengan nama alla Aicha binti Ali ibn Rashid al Alami.Ayahnya adalah Abu al Asan Ali ibn Moussa ibn Rashid Al Alami yang mendirikan Kota Chefchaouen, Maroko. Ibunya adalah Zohra Fernandez, seorang NAsrani yang masuk Islam.

Dia adalah anggota keluarga bangsawan Rashid, yang konon merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW dari Ali dan Fatimah.

Ketika Granada jatuh ke pasukan Reconquista 1492, keluarga Sayyida Al Hurra, seperti banyak Muslim lainnya, melarikan diri ke Afrika Utara.

Pada 1515 d usia sekira 25 tahun, Sayyida Al Hurra menikah dengan Abu Hassan Al Mandari seorang gubernur di Tetouan. Setelah suaminya wafat, Sayyida Al Hurra menggantikan posisi menjadi gubernur di Tetouan.

Dia menjadi orang terakhir dalam sejarah Islam yang secara sah memegang gelar Al Hurra atau Ratu.

Tak bisa melupakan penaklukkan Granada, Sayyida Al Hurra kemudian melakukan perlawanan terhadap Spanyol dan Portugis. Perlawanan ini dia lakukan dengan membuat kekacauan di jalur perdagangan Laut Mediterania melalui pembajakan.

Sayyida menjalin aliansi dengan Khairuddin Barbarossa, laksamana Ottoman dan menargetkan kapal dagang Spanyol dan Portugis. Kru kapal dagang berhasil diserbu dan ditawan sehingga memaksa Portugis dan Spanyol bernegosiasi dan membayar tebusan dengan jumlah yang besar kepada Sayyida.

Kekayaan dan kekuatannya membuat Sayyida diperhitungkan di Afrika Utara. Sultan Maroko, Ahmed Al Wattasi, menyadari situasi tersebut dan mengusulkan untuk menikahi janda ini. Tidak lama kemudian, mereka berencana membentuk aliansi. Sayyida pun setuju dengan syarat, sang sultan berangkat ke Tetouan untuk menikahinya.

Syarat ini belum pernah terjadi sebelumnya, karena di zaman itu wanita yang harus pergi ke kota calon suaminya untuk menikah. Setelah menikah, keduanya tinggal di kotanya masing-masing. Tentu saja, pernikahan ini jelas murni untuk tujuan politik.

Pada 1542, Maroko berperang dengan Portugal. Situasi negara pun mulai kacau. Ahmed Al Hassan Al Mandari, menantu Sayyida Al Hurra sekaligus kerabat suami pertamanya, tiba-tiba membentuk aliansi dengan musuh-musuh Ahmed Al Wattasi. Mereka kemudian berhasil menggulingkan pasukannya.

Sejak saat itulah Sayyida Al Hurra menghilang dari sejarah. Namun menurut cerita yang beredar, dia kembali ke Chefchaouen dan meninggal di sana 20 tahun kemudian.

(Rahman Asmardika)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya