PELUKIS Sindudarsono Sudjojono pernah bertengkar dengan Bung Karno. Perdebatan antara keduanya terjadi lantaran kata pengantar katalog pemeran lukisan.
Kata pengantar yang ditulis Sudjojono itu memuat soal bakat pelukis Basuki Abdullah yang merupakan kesayangan Soekarno dan perupa muda Kartono Yudokusumo.
Peristiwa itu berawal saat Bidang Kebudayaan Pusat Tenaga Rakyat (Putera) organisasi bentukan Jepang hendak menggelar pameran lukisan. Saat itu, Soekarno bersama Ki Hajar Dewantoro, dan KH Mas Mansyur menjadi pimpinan Putera. Sementara Sudjojono juga aktif di Putera, khusus menggawangi bidang kebudayaan. Bung Karno yang menggeret Sudjojono lantaran terpikat karya karikatur di Harian Pikiran Rakyat. Sudjojono sendiri memiliki rekam jejak berkesenian yang panjang.
Pemeran mengambil tempat di bekas gedung sekolah kolonial. Sudjojono mendekorasi bagian gedung menjadi tempat galeri yang artistik. Hasilnya tidak kalah dengan galeri resmi.
Untuk memperindah, Sudjojono meminta sentuhan perupa muda Kartono Yudokusumo yang saat itu masih duduk di bangku SMT (Sekarang SMA). Sudjojono kemudian menulis kata pengantar katalog pemeran lukisan. Pada pengantarnya Sudjojono menyebut bakat Kartono Yudokusumo besar sekali. Sama besar dengan bakat Basuki Abdullah.
Membaca kata pengantar yang belum diluncurkan itu, Basuki Abdullah jengkel. Pelukis tenar itu protes dan mengadu kepada Bung Karno. Intinya, Basuki yang karya-karyanya disukai Bung Karno tak sudi disejajarkan dengan pelukis Kartono yang masih pemula.
Sudjojono dipanggil. Bung Karno meminta menghapus kalimat dalam kata pengantar katalog tersebut. Sudjojono menolak, dengan alasan ia hanya berpendapat soal bakat yang sama besar.
"Saya tidak bicara tentang tekhniknya. Dalam hal tekhnik, tentu saja Kartono belum apa-apa dibandingkan dengan Basuki yang keluaran Rijksakademie Amsterdam," kata Sudjojono seperti dikisahkan Mia Bustam dalam "Sudjojono dan Aku". Dengan argumentasinya, Bung Karno tetap meminta kalimat itu dihapus.