JAKARTA - Pada zaman Orde Baru, banyak aktivis, elite politik, hingga tokoh agama dikuntit intel. Hal ini guna mendeteksi pergerakan orang-orang yang dianggap berseberangan dengan pemerintah.
Kisah kiai menghadapi intelijen pemerintah Orde Baru ditulis oleh Rijal Mumaziq dalam tulisan Strategi Kontra Intelijen Para Kiai dilansir Okezone, Kamis (30/11/2023). Salah satu ulama yang dikenal kritis terhadap jalannya pemerintahan adalah KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Sebagai Ketua Umum PBNU pada saat itu, Gus Dur sebagai Ketua Umum PBNU sering dikuntit intel pemerintah. Hal itu karena Gus Dur tergolong tokoh yang kritis terhadap pemerintah. Gus Dur berdoa semoga tidak benar-benar dihabisi oleh rezim saat itu.
Pada Muktamar NU di Situbondo, NU memutuskan kembali ke khittahnya. Para intel berkeliaran di arena muktamar. Bahkan, para agen pemerintah menyusup masuk ke ruang-ruang sidang, memata-matai setiap pembicaraan para kiai.
Dalam sebuah rapat penting yang dihadiri oleh para kiai yang membahas tentang Pancasila, tiba-tiba Gus Dur meminta KH Prof Tolchah Mansoer dan KH Achmad Siddiq agar memimpin sidang dan berpidato menggunakan bahasa Arab.
Kiai Tolchah dan Kiai Achmad yang belum paham maksud Gus Dur segera memimpin rapat menggunakan bahasa Arab. Rapat berjalan mulus karena tentu saja, para kiai yang hadir memahami bahasa Arab sepenuhnya.
Usai rapat, Kiai Tolchah Mansoer bertanya kepada Gus Dur mengenai hal tadi.
“Mas, rapat kita di dalam tadi itu diawasi oleh intelnya pemerintah, makanya sampeyan saya suruh berbahasa Arab. Mengapa? Karena intelnya pemerintah itu intel kepet (abangan) yang nggak bisa bahasa Arab..hehehe.”
Dalam buku “Belajar dari Kiai Sahal”, termuat kisah bagaimana cara yang khas Kiai Sahal menghadapi jaringan telik sandi pemerintah.
Pernah, dalam suatu acara besar yang digelar selama beberapa hari, Kiai Sahal selalu rutin diantar jemput oleh seseorang bertubuh tegap memakai sepeda motor.
“Wah, njenengan enak ya kiai. Ke sana-kemari ada yang ngantar pakai sepeda motor!” kata beberapa sahabat Kiai Sahal yang melihatnya diantar naik motor.
“Lha, enak gimana, wong itu intel-nya Kodim,” jawab Kiai Sahal.
Dalam beberapa kali bahtsul masail di MWCNU Margoyoso Pati, ada pihak intel yang mengawasi dengan menyaru sebagai kiai maupun santri.
Kiai Sahal membuka acara, mempersilakan sambutan beberapa pihak, memulai diskusi fiqh sebagai pengantar, sampai menunggu intelnya menyingkir pulang.
Setelah si intel pulang, barulah bahtsul masail sebenarnya dimulai dan dijalankan dengan serius.
(Erha Aprili Ramadhoni)