JENDERAL Soedirman, pahlawan nasional yang harus dijadikan panutan masyarakat. Semangatnya dalam membela negara dan beribadah tidak diragukan lagi.
Pria bernama asli Raden Soedirman lahir pada 24 Januari 1916 di Purbalingga, Jawa Tengah. Ia merupakan anak dari pasangan Karsid Kartawijaya, yang merupakan seorang pekerja di pabrik gula di Kalibagor, dengan Siyem yang merupakan keturunan Wedana Rembang.
Soedirman merupakan sosok pemimpin TNI pertama kali yang kuat agamanya, ia dikenal sebagai sosok yang rajin berpuasa, dan tak pernah meninggalkan shalat di tengah kondisi apa pun dan selalu menjaga wudhunya.
Sosok yang mengawali karier sebagai dai muda yang giat berdakwah pada di Cilacap dan Banyumas ini kerap memerintahkan ajudannya untuk membawa kendi yang berisi air semasa bergerilya. Rupanya air itu untuk dipakai sebagai air wudu.
Soedirman pernah memimpin pertempuran dengan Jepang dan berhasil merebut senjata Jepang di Banyumas. Ia sering menasihati anak buahnya jika gugur dalam perang, maka gugur sebagai syuhada. Pada 18 Desember 1945 ia diberikan pangkat Jenderal lewat pelantikan Presiden.
Sosok yang dikenal sangat berwibawa dan hidupnya yang sederhana pun membuat Jenderal Soedirman semakin dikagumi. Keistimewaan Jenderal Soedirman lainnya, ialah perannya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ia memilih masuk ke hutan untuk bergerilya melawan pasukan Belanda, meskipun kondisinya saat itu sedang tidak sehat.
Jenderal Soedirman merupakan seorang pemimpin perang gerilya yang mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia, walaupun ia menderita penyakit paru-paru (TBC).
Mendengar pernyataan Belanda yang menyatakan secara sepihak bahwa mereka sudah tidak terikat dengan perjanjian Renville, serta menyatakan penghentian gencatan senjata, membuat Jenderal Soedirman tidak bisa tinggal diam.
Pada 19 Desember 1948, Jenderal Simons Spoor, seorang panglima tentara Belanda, memimpin Agresi militer ke II, dan menyerang Yogyakarta yang pada saat itu menjadi ibu kota Indonesia.
Saat itu, Belanda berhasil menahan Presiden Soekarno, Mohammad Hatta, dan hampir seluruh menteri. Beruntungnya, mereka tidak berhasil menangkap Jenderal Soedirman, karena saat pasukan Belanda mengepung Istana, ia telah berangkat bersama para pasukannya untuk memulai perang gerilya.
(Awaludin)