JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut, terdapat 21 orang yang dipekerjakan untuk membantu pemusnahan amunisi tidak layak pakai atau kedaluwarsa TNI di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Ledakan amunisi ini menewaskan 13 orang dari TNI AD dan warga sipil.
Demikian diutarakan Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai dalam konferensi pers Penyampaian Temuan dan Rekomendasi Komnas HAM atas kasus Peristiwa pemusnahan amunisi kedaluwarsa TNI AD, Jumat (23/5/2025).
"Upah (pekerja) rata-rata Rp150 ribu per hari," kata Abdul Haris Semendawai.
Menurutnya, para pekerja tersebut dikoordinir Rustiawan yang juga menjadi korban dalam peristiwa ledakan amunisi kedaluwarsa tersebut.
Rustiawan kata dia sudah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun bekerja dalam proses pemusnahan amunisi baik dengan pihak TNI maupun Polri.
"Para pekerja diajarkan, belajar secara otodidak bertahun-tahun, tidak melalui proses Pendidikan atau pelatihan yang tersertifikasi," ujarnya.
"Para pekerja tidak dibekali dengan peralatan khusus atau alat pelindung diri dalam melaksanakan pekerjaanya," sambungnya.
Abdul melanjutkan, pekerja sipil itu memiliki peran dan tugas masing-masing, seperti supir truk, penggali lubang, hingga pembongkar amunisi dan juru masak.
Beberapa pekerja senior menurutnya, pernah melakukan pekerjaan tersebut hingga ke berbagai daerah di Indonesia seperti Makassar dan Maluku.
"Pedoman PBB terkait keterlibatan sipil dalam urusan penanganan dan pemusnahan amunisi memang memberikan ruang pelibatan pihak lain dalam kegiatan sejenis dengan pemusnahan amunisi, tetapi dengan syarat keahlian spesifik atau kompetensi tertentu," pungkasnya.
(Fahmi Firdaus )