PACITAN - Hubungan dekat Prayitno (59), dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semasa duduk di bangku SMP dan berlanjut di SMA di Pacitan sekira 1962 hingga 1968 memuluskan jalannya untuk menjadi calon wakil bupati Pacitan periode 2011-2016 bergandengan dengan calon bupati Indartarto.
Duet yang diusung Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Hanura itu unggul dalam perolehan suara Pemilihan Bupati (Pilbup) Pacitan 2010.
Pertemanan Prayitno dengan Susilo Bambang Yudhoyono kecil dimulai saat keduanya duduk di bangku SMP Negeri Pacitan pada 1962. Namun, saat itu Prayitno dan SBY tidak berada di dalam satu kelas. Hanya, Prayitno sudah mengenal sosok SBY yang saat itu terlihat suka bercanda dan periang.
Kedekatan dua bocah itu semakin terasa ketika mereka sama-sama masuk ke SMA Negeri Pacitan pada 1965. Saat menginjak kelas dua, Prayitno dan SBY sama-sama mengambil jurusan ilmu Pasti. “Karena mengambil jurusan yang sama, saya dan Pak SBY saat itu berada satu kelas,” ujar Prayitno saat ditemui di rumah Cabup Indartarto, Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Bangunsari, Kecamatan/Kabupaten Pacitan.
Saat itu, kata Prayitno, hanya ada dua jurusan yakni jurusan ilmu pasti dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Setiap kelas ada 15 siswa. Dia ingat, saat duduk di kelas dua itu, SBY duduk di kursi paling belakang. Itu karena postur tubuh SBY saat itu sudah tinggi besar. “Kalau di depan, khawatir menghalangi penglihatan temannya yang ada di belakang,” tutur Prayitno. Sementara, dia sendiri duduk di bangku nomor dua dari depan.
Layaknya anak usia sekolah lainnya, SBY saat itu dikenal periang dan suka bercanda. Dia juga suka bermain bola voli dan pingpong. Prayitno dan SBY juga sering belajar kelompok bersama mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. “Sejak duduk di bangku SMA, Pak SBY memang sudah kelihatan cerdas. Namun, saat itu dia lebih sering bercanda, tidak terlalu serius seperti sekarang,” kenang suami Wiwik Pudjiastuti ini.
Ketika menginjak kelas tiga, Prayitno dan SBY masih satu kelas. Hubungan pertemanan mereka juga semakin akrab. Hari-hari mereka lalui dengan belajar dan bermain bersama di kampung yang dikelilingi perbukitan dan berdekatan dengan pantai laut selatan tersebut.
Namun, saat lulus dari bangku SMA Negeri Pacitan pada tahun 1968 keduanya memilih jalan hidup yang berbeda. Prayitno melanjutkan ke bangku kuliah di IKIP Negeri Malang. Sementara, SBY memutuskan melanjutkan pendidikan militer di Akabri mengikuti jejak ayahnya, R Soekoetjo, yang juga tentara. Sejak saat itu, Prayitno dan SBY jarang bertemu.
Usai lulus dari IKIP Negeri Malang, Prayitno memilih menjadi seorang guru. Pada 1974, dia menjadi guru SMA Negeri 1 Pacitan. Kemudian, pada 1997 hingga 1999 dia menjadi guru SMA Negeri 2 Pacitan. Pada 1999 hingga 2003 dia menjadi guru SMA Negeri 1 Pacitan. Dan terakhir, pada 2003 hingga 2010 dia menjabat Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Pacitan. Ayah dari tiga anak ini baru pensiun pada 2010.
Hubungan Prayitno dengan SBY kembali terjalin ketika SBY menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri. “Sejak menjabat sebagai menteri, beliau sering menghubungi teman-teman sekolahnya semasa SMP dan SMA, termasuk saya,” ujarnya.
Hubungan persahabatan antara Prayitno dengan SBY terus berlangsung. Bahkan, saat SBY sudah menjadi presiden. “Ketika Pak SBY punya hajatan mantu (menikahkan, red) putranya, kami diundang. Begitu pula, saat ada peringatan Proklamasi 17 Agustus, kami juga selalu diundang,” tuturnya.
Persahabatan semasa kecil antara dua bocah itu masih terus melekat hingga sekarang. Terbukti, ketika ada pencalonan bupati dan wakil bupati Pacitan periode 2011-2016, Prayitno diminta untuk menjadi cawabup mendampingi Indartarto.
Pencalonan pasangan Indartarto-Prayitno merupakan keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat. Keputusan itu diambil oleh tim sembilan DPP Partai Demokrat. Dalam tim itu, SBY turut berperan mengambil keputusan. “Pak SBY ikut merestui pencalonan kami,” ujar pria kelahiran Pacitan, 20 Oktober 1951 ini.
Namun, saat pencalonan itu, Prayitno mengaku tidak berhubungan secara pribadi langsung dengan SBY. Sehingga, pencalonan itu murni karena pertimbangan tingkat keterpilihan dalam Pilbup di kota 1001 gua tersebut. “Sebelumnya, saya tidak berhubungan langsung dengan Pak SBY. Jadi, keputusan pencalonan itu dikeluarkan oleh DPP Partai Demokrat,” ungkapnya.
Pencalonan itu terbukti berhasil. Usai coblosan pada 20 Desember 2010 dan dilanjutkan dengan penghitungan di tingkat TPS, perolehan suara pasangan Indartarto-Prayitno melejit meningggalkan dua pesaingnya. Penghitungan suara yang dilakukan oleh Tim Koordinasi DKP Pemilukada Kabupaten Pacitan juga menunjukkan perolehan suara pasangan Indartarto-Prayitno yang diusung Partai Demokrat, PKS, PPP, dan Hanura itu mencapai 186.590 suara atau 65, 48 persen.
Sementara, pasangan Aziz Ahmadi-Mardiyanto yang diusung Partai Golkar dan PDI Perjuangan meraih 77.544 suara atau sekitar 27,21 persen. Sedangkan, pasangan Nur Tjahjono-Masruri Abdul Ghoni yang diusung koalisi PNI Marhaenisme, PPKB, Partai Patriot, PDP, PAN, PBB, PBR dan Gerindra hanya meraih 20.833 suara atau 7,31 persen. Ironisnya, meski Nur Tjahjono adalah adik sepupu SBY, namun karena tidak mendapat restu dari keluarga besar SBY di Pacitan dan tidak didukung oleh Partai Demokrat, pencalonan Nur Tjahjono kandas.
Dari penghitungan terakhir juga diketahui jumlah suara sah sebanyak 284.967. Jumlah suara tidak sah sebanyak 9.697. Total pemilih yang hadir di TPS sebanyak 294.664. Sedangkan, pemilih yang tidak hadir di TPS sebanyak 166.566. Total suara sebanyak 461.230. Sementara, tingkat partisipasi pemilih pada Pilbup Pacitan 2010 itu sekitar 63,89 persen.
Kini, setelah terpilih menjadi wakil bupati Pacitan periode 2011-2016, Prayitno berjanji ingin meningkatkan pelayanan masyarakat lebih maksimal. Dia juga ingin memajukan dunia pendidikan di kampung masa kecil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
(Muhammad Saifullah )