YOGYAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tetap mewajibkan adanya publikasi karya ilmiah sebagai syarat lulusan pendidikan tinggi, baik S-1, S-2, maupun S-3 yang berlaku mulai kelulusan setelah Agustus 2012. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar karya ilmiah mahasiswa nantinya memiliki potensi sebagai karya intelektual.
"Dalam tiap penelitian tentu output-nya harus ada upaya publikasi, menghasilkan teknologi tepat guna, dan dipatenkan. Jika ketiga hal ini dilakukan, maka penelitian yang dibuat berpotensi di bawa ke dunia industri dan baru bisa dikatakan mempunyai potensi sebagai karya intelektual," papar Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Kemendikbud Agus Subekti, kemarin.
Ditemui seusai pembukaan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-25 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Agus menyatakan, Kemendikbud memberikan fasilitas ke tiap universitas membuat jurnal online. Sebagai pendampingan, dilakukan pembinaan mengenai pengelolaan jurnal online tersebut.
"Jurnal online inilah yang nantinya menjadi tempat untuk mempublikasikan karya ilmiah peserta didik pendidikan tinggi. Selain mudah dan cepat, menggunakan jurnal online lebih murah dan periode penerbitan bisa lebih banyak. Dan yang terpenting, masyarakat mudah mengakses," katanya.
Melalui jurnal online, karya tiap mahasiswa justru secara tidak langsung terlindungi. Bila terjadi plagiat karya, bisa diketahui siapa pemilik asli dari karya tersebut melalui jurnal online. Apalagi fasilitas yang ada sekarang, tiap universitas tinggal memanfaatkannya dan memodifikasi sesuai kebutuhan. 
"Memang tugas akhir yang ada harus layak publikasi. Dengan proses pembimbingan dan diuji di akhir pembuatan tugas, kami rasa kualitas karya yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan," ucapnya dengan yakin. (ratih keswara/koran si)
(Rifa Nadia Nurfuadah)