KATHMANDU – Parlemen Nepal pada Rabu 28 Oktober telah memilih pejabat pemerintahan bernama Bidhya Devi Bhandari, sebagai presiden perempuan pertama Nepal, setelah undang-undang dasar bersejarah disahkan pada September 2015.
Mantan Menteri Pertahanan Nepal itu mengalahkan saingannya, Kul Bahadur Gurung, dengan peroleh suara 327 berbanding 214, yang membuatnya menjadi kepala negara Nepal.
Bhandari, yang juga merupakan Wakil Ketua Partai Komunis Nepal, menggantikan pendahulunya, yaitu Ram Baran Yadav.
Yadav terpilih sebagai presiden pertama Nepal pada 2008, menyusul penghapusan kerajaan Hindu berusia 240 tahun di negara itu.
“Saya umumkan bahwa Bidhya Devi Bhandari telah terpilih untuk menduduki jabatan sebagai Presiden Nepal,” ujar Ketua Parlemen Nepal Onsari Gharti Magar, yang disambut dengan sorakan gembira para anggota parlemen, sebagaimana dikutip AFP, Kamis (29/10/2015).
“Saya berjanji akan melakukan yang terbaik untuk melindungi undang-undang dasar dan bekerja untuk pembangunan dan kesejahteraan negara kita,” ujar presiden baru Nepal Bidhya Bhandari.
Bhandari, merupakan wajah perempuan yang jarang berada di parlemen Nepal. Ia mulai masuk ke dunia politik saat masih remaja dan berupaya untuk menghapuskan sistem kerajaan di Nepal. Ia kemudian menikah dengan sesama anggota partai komunis, Madan Bhandari.
Namun setelah suaminya meninggal dalam kecelakaan mobil pada 1993, ibu dua anak itu menjadi sosok yang bersuara keras dan mendapatkan simpati besar untuk memenangi kursi di parlemen.
Bhandari yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan Nepal sejak 2009 hingga 2011, dipuji oleh para pendukungnya sebagai figur yang memiliki sikap kuat terhadap peningkatan jumlah perempuan di Parlemen Nepal.
Ibu berusia 54 tahun itu adalah perempuan kedua yang terpilih menduduki jabatan tinggi setelah adanya UUD Nepal yang baru. Sebelumnya, Onsari Gharti Magar muncul sebagai ketua parlemen perempuan pertama pada awal bulan ini.
Berdasarkan amanat UUD, parlemen pada bulan ini juga telah memilih perdana menteri, yaitu KP Sharma Oli, yang memiliki tugas berat menyatukan negara yang hancur karena gempa bumi, serta berbagai ketegangan etnis.
(Fetra Hariandja)