JAKARTA – Pengadilan dinilai belum memberikan efek jera terhadap saat menjatuhkan hukuman kepada pelaku korupsi yang merugikan keuangan negara, sehingga budaya korupsi masih terus terjadi di Indonesia. Padahal hukuman berat perlu diterima koruptor agar jera sekaligus jadi pelajaran bagi yang lain.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai saat ini putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia masih belum maksimal. ICW mencatat sepanjang 2017, rata-rata putusan terhadap pelaku pidana tipikor hanya dua tahun satu bulan.
Peneliti ICW, Lalola Easter mengatakan bahwa rendahnya rata-rata putusan itu yang mendasari pelaku tipikor belum merasakan efek jera atas perbuatan yang dilakukan.
"Masih banyak residivis yang ditangkap lagi dalam perkara korupsi yang berbeda. Di sisi lain juga, koruptor ini tidak jera karena ada yang running lagi jadi calon legislatif atau kepala daerah. Karena ya selain vonisnya masih ringan, tuntutannya masih ringan," kata Lalola dalam Diskusi "Hukum yang Menjerakan Koruptor" di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (30/5/2018).
Lalola melihat instrumen yang paling ampuh untuk menjerakan koruptor adalah dengan cara memiskinkan pelaku korupsi.
"Kalau aparat penegak hukum mau konsisten, cobalah menerapkan pasal pencucian uang. Hampir setiap pidana korupsi sebetulnya diteruskan sebagai tindak pidana pencucian uang, seperti mengkonversi ke dalam usaha baru," papar dia.
Senada dengan Lalola, mantan hakim agung Artidjo Alkostar mengatakan cara membuat jera para koruptor adalah memiskinnya. Hal ini, dikarenakan kebanyakan saat ini para koruptor sudah menyiapkan korporasi untuk mengalihkan uang tersebut.
"Pelaku korupsi banyak yang sudah membuat perusahaan dulu untuk menampung. Cara agar memiskinkan koruptor agar dia tidak berlindung di bawah perusahaan adalah mereka yang telah diseret tentu korporasinya juga diseret," jelasnya.
Sementara praktisi hukum Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, selain mengenai putusan pidana dan upaya memiskinkan kepada koruptor, terdapat cara lainnya adalah penegak hukum juga harus tegas menangani kasus tindak pidana korupsi. Di mana hakim harus membuat sebuah penjeraan kepada pelaku korupsi.
"Penjeraan harus dimulai oleh ketegasan unsur aparat penegak hukumnya, terutama hakim, karena sedikit banyak akan melahirkan penjeraan pada pelaku korupsi, paling tidak akan banyak berkurang (pelaku korupsi)," tegas Fickar.
(Salman Mardira)