YOGYAKARTA - Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman dinilai tidak semestinya dihukum dalam kasus dugaan suap pemberian kuota gula impor. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Hieriej menganggap hakim telah keliru memutus perkara Irman Gusman.
Menurutnya, fakta bahwa jaksa mengajukan dakwaan alternatif menjadi bukti bahwa jaksa sebenarnya tidak yakin pasal mana yang bisa dipertanggungjawabkan sebagai pelanggaran hukum. Sehingga ia mengangkat Pasal 12 huruf b dan Pasal 11 Undang-Undang Tipikor agar hakim menentukan sikapnya.
Eddy Hieriej menyebut, telah terjadi kekeliruan yang nyata dari penegak hukum dalam hal ini hakim yang menangani kasus tersebut.
"Celakanya, hakim hanya mengikuti alur pikiran jaksa dan tidak menggali kebenaran dalam kasus ini termasuk fakta-fakta persidangan sehingga hasilnya adalah pidana 4 tahun 6 bulan ditambah lagi dengan hukuman pencabutan hak politik Irman selama 3 tahun sejak berakhirnya pidana pokok," paparnya.
Hal itu disampaikan Eddy dalam acara bedah buku “Menyibak Kebenaran, Eksaminasi terhadap Putusan Perkara Irman Gusman” yang diprakarsai oleh Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta belum lama ini.
"Fakta persidangan bersifat netral. Optik apa yang dipakai untuk melihat fakta-fakta tersebut itulah yang menentukan interpretasi terhadap fakta dimaksud. Sebab hukum sebetulnya adalah the art of interpretation," terangnya lagi.
Ia lantas mengutip pendapat almarhum Prof Satjipto Rahardjo bahwa ketika orang berperkara di pengadilan, hukum tidak bisa menjamin bahwa pihak yang kalah dan dihukum itu pasti salah dan pihak yang menang di pengadilan adalah pihak yang benar.
Eddy melanjutkan bahwa semestinya pasal yang didakwakan ialah Pasal 11 UU Tipikor tentang Gratifikasi. Meski demikian Irman mestinya diberikan waktu 30 hari untuk melaporkan gratifikasi tersebut. "Itu pun sudah dilakukan oleh penasihat hukumnya, namun laporan gratifikasi tersebut justru diabaikan," tegasnya.
Sementara itu, Guru Besar Sosiologi Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Esmi Warassih berpendapat, aparat penegak hukum yang salah dalam menerapkan azas, norma dan aturan hukum tidak bisa dibiarkan dan perlu diluruskan.
Seluruh stakeholder, termasuk para jaksa dan hakim kata dia, perlu menyadari bahwa hukum tidak berada di ruang hampa, melainkan berada di masyarakat, sehingga dalam menjalankan hukum, penegak hukum harus bisa melihat ke segala arah, melihat ke norma-norma dan nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat.
"Hukum tak bisa dilihat hanya dari satu sudut pandang yang bersifat tekstual-yuridis belaka, tetapi harus dilihat secara holistik, mencakup semua nilai dan norma dalam masyarakat yang dinamis dan terus berkembang," tuturnya.
Sedangkan, pakar hukum pidana materiil UII, Mudzakir menegaskan bahwa penanganan kasus ini tidak sesuai azas dan prinsip hukum pidana yang semestinya.
"Penegak hukum perlu memahami betul azas hukum pidana agar dalam menjatuhkan putusan tidak melakukan kesalahan seperti yang terjadi dalam putusan terhadap Irman Gusman," kata Mudzakir.
(Rizka Diputra)