Sri mengakui sebetulnya banyak pemodelan dengan skenario lainnya. Bahkan jumlahnya bisa mencapai puluhan hingga ratusan. Namun karena dalam riset bersifat terbatas, maka dipilihlah skenario terburuk dengan harapan bisa dijadikan pedoman untuk mitigasi bencana.
"Tapi untuk keperluan mitigasi ditampilkan worst case sekarnio seperti ini," jelasnya.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro, mengakui hingga saat ini belum ada metode atau teori yang bisa memprediksi kapan terjadinya gempa ataupun tsunami. Dengan demikian hasil riset dari peneliti multidisiplin ini ditujukan agar masyarakat lebih waspada dan antisipatif terhadap kemungkinan bencana tersebut.
"Maksud kegiatan ini bukan untuk menakut-nakuti masyarakat dan saya minta kepada rekan-rekan media bisa menyampaikan ini secara proporsional agar tidak menimbulkan kepanikan berlebihan. Kita sebagai pemangku kepentingan harus berupaya meningkatkan kesiapsiagaan di masyarakat dan mengedepankan usaha mitigasi atau meredam sebesar mungkin dampak bencana," kata Bambang.
(Angkasa Yudhistira)