Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Cegah Stigmatisasi Terhadap Negara, WHO Gunakan Sistem Penamaan Baru untuk Varian Covid-19

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Selasa, 01 Juni 2021 |15:09 WIB
Cegah Stigmatisasi Terhadap Negara, WHO Gunakan Sistem Penamaan Baru untuk Varian Covid-19
Foto: Reuters.
A
A
A

JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan sistem penamaan baru untuk varian Covid-19. Mulai saat ini, WHO bakal menggunakan alfabet Yunani untuk merujuk varian yang pertama kali terdeteksi di negara-negara, seperti Inggris, Afrika Selatan, dan India.

Varian Covid-19 yang ditemukan di Inggris, misalnya, akan diberi label sebagai Alfa. Sementara varian di Afrika Selatan dan India akan dilabeli sebagai Beta dan Delta.

WHO menilai sistem penamaan ini dapat menyederhanakan pengucapannya dan menghilangkan stigma dari penamaan varian Covid-19.

BACA JUGA: Bantu Penanggulangan Covid-19, Menteri dan Wakil Menteri Malaysia Sumbangkan 3 Bulan Gajinya

Awal Mei lalu, pemerintah India mengkritik penamaan varian B.1.617.2 sebagai "varian India" karena pertama kali terdeteksi di negara itu Oktober lalu.

WHO menyangkal bahwa mereka tidak pernah secara resmi melabeli varian itu dengan terminologi tersebut.

"Tidak boleh ada negara yang mendapat stigma setelah mendeteksi dan melaporkan varian di wilayah mereka," kata Pimpinan WHO untuk Teknis Covid-19, Maria Van Kerkhove, lewat akun Twitter miliknya.

Van Kerkhove juga menyerukan "pengawasan ketat" varian serta dan gerakan berbagi data ilmiah untuk menghentikan penyebaran Covid-19.

Nama yang akan dilabelkan ke setiap varian Covid-19 akan mengacu pada variant of concern (VOC) dan variant of interest (VOI).

VOC merujuk varian yang lebih dianggap mengancam atau turunan virus baru yang bermutasi sehingga lebih menular atau mematikan serta lebih resisten terhadap vaksin dan pengobatan.

BACA JUGA: Kim Jong-un Perintahkan Bunuh Kucing dan Merpati, Takut Bawa Covid-19 dari China

Sementara VOI merujuk pada varian yang harus diteliti lebih lanjut agar karakteristiknya dipahami.

Daftar lengkap nama varian ini sudah dipublikasikan di situs WHO.

Bagaimanapun, alfabet Yunani ini tidak akan menggantikan nama ilmiah varian Covid-19 yang ada.

Apabila lebih dari 24 varian diidentifikasi secara resmi, alfabet Yunani akan habis. Jika ini terjadi, WHO akan mengumumkan sistem penamaan baru, kata Van Kerkhove kepada STAT News.

"Kami tidak mengatakan mengganti B.1.1.7, tapi benar-benar hanya untuk mencoba mempermudah pembicaraan varian ini dengan masyarakat awam," ujarnya.

"Sehingga dalam wacana publik, kita bisa membahas beberapa varian tersebut dalam bahasa yang lebih mudah digunakan," kata Van Kerkhove.

Senin (31/5/2021) lalu, seorang ilmuwan sekaligus penasehat bidang kesehatan untuk pemerintah Inggris menyebut negara itu berada pada tahap awal gelombang ketiga infeksi virus corona.

Menurutnya, salah satu pemicu gelombang ketiga ini adalah Delta atau varian Covid-19 yang pertama kali ditemukan di India.

Delta dinilai menyebar lebih cepat daripada varian Alpha, yang menyebabkan lonjakan kasus di Inggris selama musim dingin lalu.

Apa saja varian corona yang ada di Indonesia?

Sejauh ini terpantau tujuh varian corona yang berhasil teridentifikasi di Indonesia, yakni varian D614G, B117, N439K, E484K, B1525, B1617, dan B1351.

Pemerintah Indonesia belum merilis informasi apakah varian baru yang terdeteksi di Vietnam telah ditemukan di Indonesia.

Wiku Adisasmito, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, mengatakan pemerintah berupaya mengantisipasi masuknya varian baru dari luar negeri dengan memperketat pengawasan dan karantina bagi pekerja migran yang kembali ke kampung halaman.

Namun, seberapa cepat pemerintah Indonesia mendeteksi varian baru virus corona?

Jawabannya: lambat, seperti diutarakan pakar biomolekular Universitas Yarsi, Ahmad Rusjdan Utomo.

"Jika Inggris melakukan sampling dengan sangat agresif ketika ditemukan kasus dan klaster besar, mereka segera melakukan genome sequencing. Indonesia, masalahnya, kita tidak punya kemewahan itu," kata Ahmad.

Sementara itu, Siti Nadia Tarmizi dari Kementerian Kesehatan mengungkap alasan mengapa diperlukan waktu hampir empat bulan untuk mengonfirmasi varian baru dari Afrika Selatan terdeteksi di Indonesia.

Ia mengatakan hanya ada 17 laboratorium - dari sekitar 700 laboratorium yang ada di Indonesia - yang bisa melakukan whole genome sequencing (WGS) untuk mengetahui varian virus Covid-19

"Dan mengapa prosesnya lama, ini sangat tergantung pada bagaimana pengambilan spesimen. Karena dari pengambilan spesimen, dia harus mengalami suatu proses kalau proses itu baik dan menghasilkan kualitas spesimen yang sesuai, itu baru bisa dibaca oleh mesinnya. Karena kalau spesimennya tidak baik dan dalam prosesnya tidak baik, pasti akan dibaca negatif oleh mesinnya. Ini lebih memang perlu sedikit kehati-hatian," katanya.

Hingga saat ini, baru ada sekitar 1.771 sekuens genom virus corona di Indonesia, atau hanya 0,098% dari total kasus di seluruh dunia, yang diunggah ke Global Initiative for Sharing All Influenza Data (GISAID), sebuah inisiatif global dan sumber utama yang menyediakan akses terbuka ke data genom virus influenza dan corona yang bertanggung jawab atas pandemi Covid-19.

Minimnya data informasi genom ini akan berpengaruh pada penanganan Covid-19.

(Rahman Asmardika)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement