Lebih dari 50 orang dilarikan ke rumah sakit. Lalu dua orang dari desa itu meninggal setelah minum miras yang sama.
Hun Vy telah ditinggal mati dua kerabatnya dan dia pun dilarikan ke rumah sakit setelah minum miras beracun itu.
"Setelah meminumnya, saya merasa pusing, mulai muntah. Tangan dan kaki saya jadi lemah," ungkapnya.
"Saya bisa saja langsung meninggal,” tambahnya.
Keracunan massal itu merupakan satu dari tiga kasus di Kamboja yang terjadi tidak sampai sebulan, namun sudah menewaskan sedikitnya 30 jiwa.
Tiga belas orang meninggal di Provinsi Pursat di awal Juni dan sedikitnya 12 meregang nyawa di Kandal pada 10 Mei lalu.
Pengujian atas miras yang disuguhkan di acara perkabungan itu menunjukkan upaya untuk menambah efek mabuk pada miras oplosan itu ternyata sudah sampai pada level metanol yang berbahaya.
Keracunan metanol ini bukan kasus baru di pedesaan Kamboja, di mana miras oplosan jadi hidangan populer di pesta pernikahan, acara-acara lainnya hingga kedukaan.
Miras oplosan jadi alternatif yang murah ketimbang membeli bir atau miras yang dijual di toko-toko.
"Sejak pertengahan 1990-an, saat saya mulai bekerja di Kamboja, biasa terlihat penyuling di rumah atau di toko membuat miras oplosan dengan alat seadanya. Mereka lalu menjual wiski rumahan itu ke tetangga-tetangga," terang Jonathan Padwe, seorang antropolog yang pernah bekerja di Kamboja.
Sebagian besar desa di Kamboja setidaknya punya satu -- sering kali dua atau tiga -- usaha penyulingan miras namun tidak dikendalikan maupun diawasi secara legal, lanjut Padwe.