Belakangan, kepemimpinan pesantren tersebut diserahkan kepada muridnya, yang bernama KH Nahrawi, sementara KH Muhyidin pindah ke daerah Cimeuhmal Kecamatan Tanjungsiang, Subang. Di daerah inilah sekitar tahun 1918, Pesantren Pagelaran I didirikan KH Muhyiddin. Pesantren ini sekaligus menjadi basis Laskar Hizbullah dan melawan para pejajah.
Akibat aktivitas perlawanannya terhadap tentara Belanda ini, KH Muhyidin pun ditangkap oleh Belanda dan dijebloskan ke Rutan Kebonwaru di Kota Bandung atau Sukamiskin.
Baca juga: Tumpes Kelor, Cara Keji Belanda Bantai Keturunan Untung Surapati di Jawa Timur
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Subang, menilai KH Muhyidin merupakan tokoh ulama yang istiqamah melakukan dakwah Islam dengan mendirikan beberapa pesantren. Bahkan, melalui pesantren ulama dari tanah sunda ini sepanjang 1879 sampai 1973 telah berhasil memupuk semangat para pejuang hingga terujudnya kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Banyaknya catatan sejarah dan kajian para sejarawan bisa mengangkat KH Muhyidin sebagai pahlawan nasional dari kalangan ulama.
"Berdasarkan catatan sejarah, KH Muhyidin melakukan pengabdian yang luar biasa terhadap bangsa ini melalui pengorbanan dan perjuangannya dalam membela tanah air dengan melakukan perlawanan terhadap penjajahan, bahkan akibat dari perjuangan itu pada 1939 ia pernah ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda dan ditahan di penjara Sukamiskin Bandung," ungkap Ketua PCNU Kabupaten Subang, KH Satibi, dikutip dari nu.or.id.
Menurut Satibi, salah satu bentuk perjuangan lain KH Muhyidin yakni ketika tentara NICA atau Nederlands Indie Civil Administration datang ke tanah air pada 1946 dan berniat ingin kembali menjajah NKRI, dengan semangat nasionalismenya KH Muhyidin memimpin langsung pertempuran melawan pasukan NICA di Jawa Barat khususnya di daerah Ciater, Isola, dan Cijawura.