Istri keempat Hartini. Mereka bertemu ketika di Candi Prambanan. Mereka menikah pada tahun 1953. Hartini saat itu berumur 29 tahun dan berstatus janda dengan lima anak.
Dari Soekarno, Hartini dapat dua anak, yaitu Taufan Soekarnoputra dan Bayu Soekarnoputra. Hartini, wanita asal Ponorogo kelahiran tahun 1924 ini bertemu pertama dengan Bung Karno tahun 1952 di kota tempat tinggalnya, Salatiga, Jawa Tengah.
"Bapak langsung menyatakan sangat tertarik kepada diri saya." Malahan ketika diberi tahu bahwa sudah punya lima orang anak, muncul komentar spontan, "Benar, sudah lima anak dan masih tetap secantik ini?"
Cinta pandangan pertama tersebut muncul seketika, dan Bung Karno menyebutkan, "Aku jatuh cinta kepadanya. Dan kisah percintaan kami begitu romantis sehingga orang dapat menulis sebuah buku tersendiri mengenai hal tersebut."
Saat itu, Bung Karno masih terikat perkawinan dengan Fatmawati, sementara status Hartini, ibu rumah tangga dengan lima anak.
Juli 1953, Bung Karno menikah dengan Hartini di Istana Cipanas. Karena Bung Karno tidak bisa hadir, bertindak sebagai wakil nikah komandan pasukan pengawal pribadi Presiden, Mangil Martowidjojo.
"Hartini salah satu istri Soekarno yang tetap setia hingga ajal Bung Karno tiba. Di pangkuan Hartini , Bung Karno menghembuskan napas terakhirnya di RS Gatot Subroto,"ungkap Roso.
Bung Karno lalu menikah dengan Haryati di Jakarta . Haryati adalah penari yang juga merupakan staf Sekretariat Negara Bidang Kesenian itu. Sukarno lantas menikahinya gadis berusia 23 tahun itu pada 21 Mei 1963 dengan hajatan sederhana.
Dikatakan Haryati dalam buku Catatan Kecil Bersama Bung Karno; Haryatie, bahwa Bung Karno berpendapat, sangat bijaksana kalau pernikahan ini tidak usah diumumkan kepada masyarakat luas.
“Kami berdua saling mencintai, tetapi menghadapi berbagai kesulitan. Selain itu, Bapak sudah mempunyai tiga istri dan usianya sekarang 63 tahun, sedangkan saya baru 23 tahun."
Sukarno memilih menceraikannya pada 1966. “Perceraianku dengan engkau ialah karena kita rupanya tidak ‘cocok’ satu sama lain,” tulis Sukarno dalam surat perceraiaannya yang dikutip Reni Nuryanti dalam Perempuan dalam Hidup Sukarno.
Istri Bung Karno berikutnya adalah Ratnasari Dewi. Dalam buku My Friend the Dictator , ia mengungkapkan, "Saya dikenalkan kepada Bapak di Hotel Imperial Tokyo oleh para rekan bisnis dari Jepang". Pertemuan pertama tersebut membawa kesan sangat dalam. Tidak lama kemudian, Bung Karno mengundangnya ke Jakarta, untuk bertamasya selama dua minggu.
Kunjungan tersebut diakhiri dengan perkawinan pada awal Maret 1962, setelah Naoko Nemoto pindah agama dan Bung Karno memilihkan nama , Ratnasari Dewi.