Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

KH Noer Alie, Si Belut Putih Pahlawan Kebanggaan Warga Bekasi

Tim Okezone , Jurnalis-Jum'at, 27 Agustus 2021 |07:00 WIB
KH Noer Alie, Si Belut Putih Pahlawan Kebanggaan Warga Bekasi
KH. Noer Alie (Foto: Wikipedia)
A
A
A

Kekuatan pasukan MPHS sekitar 600 orang, malang melintang antara Karawang dan Bekasi, berpindah dari satu kampung ke kampung lain, menyerang pos-pos Belanda secara gerilya. Di situlah K.H. Noer Ali digelari “Singa Karawang-Bekasi”. Ada juga yang menyebutnya sebagai “Belut Putih” karena sulit ditangkap musuh. Sebagai kiai yang memiliki karomah, Noer Ali menggunakan tarekat untuk memperkuat mental anak buahnya. Ada wirid-wirid yang harus diamalkan, namun kadang-kadang anak buahnya ini tidak taat.

Tahun 1948 Residen Jakarta Raya mengangkat KH Noer Ali sebagai Koordinator Kabupaten Jatinegara. Ketika terjadi Perjanjian Renville, semua pasukan Republik harus hijrah ke Yogyakarta atau ke Banten.

Ia hijrah ke Banten melalui Leuwiliang, Bogor. Di Banten, MPHS diresmikan menjadi satu baltalyon TNI di Pandeglang. Saat akan dilantik, tiba-tiba Belanda menyerbu. Noer Ali pun bersama pasukannya bertempur di Banten Utara sampai terjadinya Perjanjian Roem-Royen.

Dalam Konferensi Meja Bundar yang mengakhiri Perang Kemerdekaan 1946-1949, Noer Ali diminta oleh Mohammad Natsir membantu delegasi Indonesia. Selain itu, ia pun masuk ke luar hutan untuk melakukan kontak-kontak dengan pasukan yang masih bertahan.

Ketika pengakuan kedaulatan ditandatangani Belanda, MPHS pun dibubarkan. Jasa-jasanya selama masa perang kemerdekaan dihargai orang termasuk oleh AH Nasution, yang menjadi Komandan Divisi Siliwangi waktu itu. Kemudian dimulailah perjuangan KH Noer Ali dalam mengisi kemerdekaan melalui pendidikan maupun melalui jalur politik.

Pemikiran Noer Ali untuk memajukan pendidikan di negeri ini, sebenarnya sudah dimulai sejak ia mendirikan pesantren sepulang dari Mekah. Setelah merdeka, peluang lebih terbuka. Tahun 1949, ia mendirikan Lembaga Pendidikan Islam di Jakarta. Selanjutnya Januari 1950 mendirikan Madrasah Diniyah di Ujungmalang dan selanjutnya mendirikan Sekolah Rakyat Indonesia (SRI) di berbagai tempat di Bekasi, kemudian juga di tempat lain, hingga ke luar Jawa.

Di lapangan politik, peran Noer Ali memang menonjol. Saat Negara RIS kembali ke negara kesatuan, ia menjadi Ketua Panitia Amanat Rakyat Bekasi untuk bergabung ke dalam NKRI. Tahun 1950, Noer Ali diangkat sebagai Ketua Masyumi Cabang Jatinegara. Tahun 1956, ia diangkat menjadi anggota Dewan Konstituante dan tahun 1957 menjadi anggota Pimpinan Harian/Majelis Syuro Masyumi Pusat. Tahun 1958 menjadi Ketua Tim Perumus Konferensi Alim Ulama-Umaro se-Jawa Barat di Lembang Bandung, yang kemudian melahirkan Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat.

Tahun 1971-1975 menjadi Ketua MUI Jawa Barat. Di samping itu, sejak 1972 menjadi Ketua Umum Badan Kerja Sama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat. Dalam perkembangan selanjutnya, ia bersikap sebagai pendamai, tidak pro satu aliran. Dengan para kiai Muhammadiyah, NU, maupun Persis, ia bersikap baik.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement