"Mereka menjauhkan diri dan mengklaim netral jika menguntungkan mereka, dan mereka ikut campur dan mengecam jika menguntungkan mereka," legislator Hizbullah Ibrahim Moussawi mencuit, mengecam Kementerian Luar Negeri Lebanon. "Kebijakan luar negeri apa yang diambil oleh Lebanon, dan apa kepentingan Lebanon dalam kebijakan itu? Tolong klarifikasi, pak menteri."
Hizbullah, yang juga mengirim ribuan tentara ke negara tetangga Suriah untuk mendukung pasukan Assad, memanfaatkan invasi Rusia ke Ukraina dan menggambarkannya sebagai hasil yang tak terhindarkan dari provokasi AS dan pengkhianatan Amerika Serikat terhadap sekutunya – dalam hal ini, Ukraina.
Dalam minggu ini, Papan-papan billboard yang bertuliskan "Kemenangan bagi Rusia" muncul di berbagai daerah di Damaskus, Suriah, di mana ribuan pasukan Rusia masih bertahan. Warga di daerah yang dikuasai oleh oposisi, yang masih menghadapi serangan udara Rusia, berharap serangan mereda jika Rusia terjebak dalam perang di Ukraina.
Di Irak, perang di Ukraina memperjelas perpecahan di negara tersebut yang memang sudah terpecah setelah upaya untuk membentuk pemerintah baru terhenti, lima bulan setelah pemilu parlemen diadakan.
Papan billboard raksasa yang mendukung Putin sempat dipasang di Baghdad yang dikuasai oleh milisi yang didukung oleh Iran. Setelah papan tersebut diturunkan, Kedutaan Besar Rusia di Baghdad mencuit foto papan billboard itu.
"Posternya provokatif, saya tidak suka," kata Athir Ghorayeb, yang bekerja di kedai kopi di dekatnya. Irak baru saja keluar dari perang dan konflik yang berlangsung selama beberapa dekade, katanya. "Kenapa kita ngotot untuk ikut campur dalam masalah baru?"
Banyak warga Irak yang melihat invasi Rusia ke Ukraina seperti invasi Saddam Hussein ke negara tetangga Kuwait dan sebagai hasilnya harus menanggung sanksi ekonomi bertahun-tahun. Baru beberapa hari lalu Irak berhasil melunasi biaya ganti rugi kepada Kuwait yang mencapai lebih dari $52 miliar (sekitar Rp743 miliar).
Presiden Vladimir Putin telah menjadi sekutu lama Presiden Suriah Bashar al-Assad, keduanya bertemu pada saat perayaan Natal Kristen Ortodoks di Damaskus, Suriah (foto: dok).
Di media sosial, laman Facebook Irak dengan jutaan follower memposting berita terkait apa yang terjadi di Ukraina, dan memberikan pendapat mereka. "Kami bersimpati dengan warga sipil, sebagai warga yang juga pernah merasakan pahitnya perang," tulis Zahra Obaidi, salah satu pengguna Facebook.
"Kami punya tenda untuk para pengungsi dan pengungsi internal, kalian bisa pakai tenda itu," tulis Hafidh Salih.
Toby Dodge, seorang profesor Hubungan Internasional di London School of Economics, mengatakan langkah Irak - abstain dari pengambilan suara di PBB meski membatasi kegiatan ekonomi - adalah bijaksana, untuk mengatasi risiko jangka pendek tanpa mengambil sikap ideologis.
Namun jika perang terus berlangsung, sulit untuk bisa mempertahankan strategi ini.
"Irak sangat terpecah secara politik di mana aktor-aktor politik pro-Iran dan yang anti-Iran berupaya menancapkan otonominya. Perang di Ukraina menjadi panggung pertunjukan (politik) lain, contoh lain di mana kedua belah pihak berusaha mendongkrak reputasi mereka," ujarnya.
(Qur'anul Hidayat)