Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

RA Kartini Wafat di Usia Muda, Meninggal di Pangkuan Suami

Tim Okezone , Jurnalis-Minggu, 17 April 2022 |02:59 WIB
RA Kartini Wafat di Usia Muda, Meninggal di Pangkuan Suami
RA Kartini (Foto Okezone/Ist)
A
A
A

SOSOK Raden Ajeng Kartini memang sangat menarik untuk disimak. Tidak hanya pernyataan 'Habis Gelap Terbitlah Terang' tetapi, kecerdasannya menjadi inspirasi untuk para perempuan indonesia. Ia berani mendobrak batas dan itu yang membuat namanya dikenang sepanjang masa.

Di balik kisah inspiratifnya, Kartini pun menyimpan cerita haru. Ya, momen meninggalnya menjadi cerita paling menyedihkan dalam hidup perempuan kelahiran 21 April 1879 tersebut.

Ia meninggal dunia tak lama setelah melahirkan anak laki-lakinya bernama Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada 13 September 1904. Kartini wafat empat hari pasca melahirkan. Preklamsia menjadi penyebab kematiannya.

Menurut beberapa sumber, Kartini megembuskan napas terakhirnya tepat di pangkuan suami tercinta, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Kisah ini diterima merujuk kesaksian dari para abdi dalem yang ada pada peristiwa tersebut.

Preklamsia menjadi penyebab Kartini meninggal dunia di usianya yang masih muda, 25 tahun. Kondisi itu adalah ganguan kehamilan yang ditandai oleh tekanan darah tinggi dan kandungan protein yang tinggi dalam urine-nya.

Setelah kematian Kartini, seorang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda Mr.J.H Abendanon mulai membukukan surat menyurat kartini dengan teman-temannya di Eropa dengan judul "Door Duisternis Tot Licht" yang artinya "Habis Gelap Terbitlah Terang".

Raden Ajeng Kartini memang bukan perempuan sembarang. Ia adalah wanita dari kelas bangsawan Jawa, makanya tak heran kalau dirinya mahir berbahasa Belanda dengan baik di usianya yang masih muda.

Ini terlihat saat Kartini duduk di bangku sekolah anak-anak Belanda dan bangsawan pribumi. Kemahirannya dalam berbahasa Belanda merupakan buah dari rutinnya ia membaca buku. Bahkan, dia bisa menulis surat yang membuat orang belanda tak percaya.

Budi pekertinya jangan ditanya. Sebagai perempuan Jawa, ia dituntut untuk mengaplikasikan nilai luhur dengan baik di setiap embusan napasnya. Sikap hormat pada sosok yang dituakan menjadi makanan sehari-hari.

Hal ini juga bisa dilihat dari salah satu kutipan RA Kartini dalam suratnya yang ia tulis untuk Stella, 18 Agustus 1899,

"Sesungguhnya adat sopan-santun kami orang Jawa amatlah rumit. Adikku harus merangkak bila hendak lalu di hadapanku. Kalau adikku duduk di kursi, saat aku lalu, haruslah segera ia turun duduk di tanah, dengan menundukkan kepala, sampai aku tidak kelihatan lagi. Adik-adikku tidak boleh ber-kamu dan ber-engkau kepadaku. Mereka hanya boleh menegur aku dalam bahasa kromo inggil (bahasa Jawa tingkat tinggi). Tiap kalimat yang diucapkan haruslah diakhiri dengan sembah. Berdiri bulu kuduk bila kita berada dalam lingkungan keluarga bumiputera yang ningrat. Bercakap-cakap dengan orang yang lebih tinggi derajatnya, harus perlahan-lahan, sehingga orang yang di dekatnya sajalah yang dapat mendengar. Seorang gadis harus perlahan-lahan jalannya, langkahnya pendek-pendek, gerakannya lambat seperti siput, bila berjalan agak cepat, dicaci orang, disebut "kuda liar".

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement