SOEKARNO adalah Proklamator Indonesia yang memiliki banyak sahabat. Namun, hubungan Soekarno dengan beberapa sahabatnya itu kemudian merenggang lantaran mereka terlibat dalam percekcokan.
Berikut adalah 3 tokoh yang dekat dengan Soekarno, lalu kemudian menjauh:
1. Muhammad Hatta
Wakil Presiden Indonesia pertama, Muhammad Hatta, pernah mengalami keretakan hubungan dengan Soekarno yang membuat keduanya merenggang. Padahal, Soekarno dan Hatta dikenal sebagai Dwitunggal dan founding fathers bangsa Indonesia.
Soekarno-Hatta mulai berselisih paham ketika era demokrasi parlementer. Soekarno secara langsung menandatangani surat pemecatan Sosrodanukusumo di tahun 1959 oleh Kabinet Ali. Padahal, sebelumnya Soekarno tidak melakukan diskusi terlebih dahulu dengan Hatta. Menurut Hatta, pemecatan seorang pejabat sudah menyangkut dasar negara.
Selain itu, keduanya juga berselisih paham sebelum pelaksanaan Pemilu di tahun 1955. Bung Karno yang kala itu tidak berpartai turut berkampanye dan berpidato di Amuntai, Kalimantan Selatan pada 1953. Dalam pidatonya itu, Soekarno mengajak masyarakat untuk menolak adanya gagasan negara Islam.
Baca juga: 10 Kata Mutiara Soekarno tentang Pemuda, Membakar Semangat!
Bagi Hatta, langkah Soekarno tentunya kurang tepat. Sebab, langkah seorang pemimpin negara harus bijaksana dan mendapat persetujuan kabinet.
Kekecewaan Bung Hatta terhadap Bung Karno memuncak kala Bung Karno menikahi Hartini, padahal masih berstatus menikah dengan Fatmawati. Tepat pada 20 Juli 1956, Hatta mengirimkan surat kepada DPR yang berisi pengunduran dirinya sebagai Wakil Presiden.
2. Bung Tomo
Tokoh lain yang juga pernah dekat kemudian berseteru dengan Soekarno adalah Bung Tomo. Akibatnya, kedua tokoh besar ini saling menjauh dan memilih untuk tak kembali bersua.
Berbagai sumber menyebut, kisah pertengkaran itu terjadi di tahun 1952, kala Bung Tomo bertandang ke Istana guna bertemu sahabatnya itu.
Usut punya usut, Bung Tomo hendak menanyakan kabar yang tengah beredar terkait hubungan Soekarno dengan wanita asal Salatiga, Siti Suhartini. Di samping Hartini yang masih memiliki suami, Bung Karno juga masih berstatus sebagai suami sah Fatmawati. Serupa dengan Bung Hatta, Bung Tomo tak menghendaki hubungan ini dilanjutkan.
Usai keduanya makan siang, Bung Tomo mengonfirmasi kabar itu kepada Soekarno. Tidak mendapat jawaban, Bung Tomo terus menanyakannya kepada Soekarno. Jawaban tak juga keluar dari bibir Soekarno. Tomo lantas mengatakan bahwa langkah Soekarno itu tidak tepat. Sebagai orang Jawa, pantang hukumnya menikahi perempuan bersuami.
Mendengar perkataan Tomo, Bung Karno langsung berdiri dan membanting piring. Bung Tomo yang tak terima, langsung meninggalkan Istana. Kejadian itu membuat hubungan kedua tokoh ini tak akur dan sangat merenggang. Bahkan, merambat hingga ranah politik. Menurut Bung Tomo, Soekarno dan Kabinet Ali tak sanggup mewujudkan kesejahteraan rakyat.
3. S. Sudjojono
Pelukis legendaris Sindudarsono Sudjojono atau S. Sudjojono juga tercatat pernah berhubungan baik dengan Soekarno namun renggang akibat sebuah pertengkaran.
Kisah ini terjadi di masa-masa akhir penjajahan Jepang. Soekarno saat itu masih bekerja di Putera (Pusat Tenaga Rakyat), bersama Bung Hatta, KH Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara. Bung Karno menyenangi karya-karya Sudjojono saat membuat karikatur di harian Pikiran Rakyat.
Hubungan keduanya memburuk akibat pelukis kesayangan Soekarno, Basuki Abdullah. Bidang Kebudayaan Putera berencana menggelar pameran lukisan di bekas gedung sekolah Belanda. Pada kesempatan itu, Sudjojono yang juga mendekorasi gedung meminta pelukis muda, Kartono Yudokusumo, untuk turut berpartisipasi. Di kata pengantar katalog pameran, Sudjojono menyebut bahwa Kartono adalah pelukis muda dengan bakat besar, bahkan bakatnya sama besar dengan milik Basuki.
Mengetahui hal itu, Basuki jengkel dan mengadu kepada Soekarno. Praktis, Soekarno meminta Sudjojono menghapus kalimat itu, namun ia tidak bersedia dan bersikukuh menolak.
“Lebih baik saya berhenti bekerja, daripada menyalahi pendapat saya, Mas,” begitu kata Sudjojono kepada Soekarno. Ia lalu pergi dan tidak hadir dalam pameran.
Meskipun Soekarno mengirimkan utusan, yakni pelukis Dullah dan Affandi untuk membujuk Sudjojono agar kembali bekerja, ia tetap enggan menurutinya. Apalagi, saat mengetahui kalimat pengantar itu dicoret sesuai permintaan Bung Karno.
*diolah dari berbagai sumber
Ajeng Wirachmi-Litbang MPI
(Qur'anul Hidayat)