Dilansir dari BBC, Kamis (26/1/2023), tanggal 26 November 1922 menandai penemuan yang dianggap paling terkenal dalam sejarah arkeologi.
Pada hari itu, ahli Mesir Kuno dari Inggris, Howard Carter, membuat lubang kecil untuk memasukkan lilin ke dalam pintu tertutup ruang pemakaman Tutankhamun dan dengan demikian menerangi interiornya.
Saat matanya perlahan beradaptasi dengan kegelapan, dia bisa melihat sebuah ruangan yang sebelumnya tidak pernah dijamah selama lebih dari 3.000 tahun.
Tutankhamun hanyalah seorang firaun yang tidak dikenal selama masa hidupnya, dan ada bukti bahwa dia dikubur dengan tergesa-gesa. Peti mati kedua dari tiga peti mati yang ada di sana tampaknya awalnya milik orang lain.
Namun peti mati yang terletak di bagian dalam, di mana muminya ditemukan, terbuat dari emas murni, dengan berat hampir 113 kilogram.
Orang hampir tidak dapat membayangkan betapa mengesankan penguburan para pemimpin yang lebih terkenal seperti Khufu, Thutmose III, atau Ramses II. Sayangnya, semua makam mereka telah dijarah di zaman kuno.
Bertentangan dengan gagasan populer yang sering muncul di film-film, sebagian besar arkeolog berpendapat bahwa pencarian harta karun bukanlah tujuan utama penelitian mereka.
Namun, kedua sisi ekstrem—kekayaan raja yang luar biasa dan keberadaan rakyat jelata yang hidup dengan susah payah—menimbulkan diskusi penting: seperti apa evolusi ketidaksetaraan dalam masyarakat kuno.
Salah satu caranya, meneliti nilai barang-barang yang disimpan di dalam makam. Namun keberadaan benda-benda mewah di dalam makam belum tentu menjadi bukti kesenjangan sosial. Kerap kali strata sosial tak bisa diukur dengan benda mewah semata, tapi juga melalui prestise dan kekuasaan.
Sejumlah arkeolog telah mencoba menerapkan sejumlah prinsip ekonomi untuk meneliti perbedaan sosial di situs kuno tertentu dan membandingkan datanya dengan tempat-tempat berbeda.
Sebuah studi yang dipimpin oleh Samuel Bowles dari Santa Fe Institute dan diterbitkan di jurnal Nature pada 2017 mencoba menjawab pertanyaan ini dengan menerapkan koefisien Gini di sejumlah besar situs arkeologi, baik di Dunia Lama yang mencakup kawasan Asia dan Afrika maupun di Benua Amerika.
Koefisien gini angka yang paling umum digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan.
Daftar situs kuno yang diteliti ini, antara lain Çatalhöyük di Turki, Pompeii di Italia, dan Teotihuacan di Meksiko. Di sana, para peneliti mengukur dimensi rumah sebagai indikator perkiraan kekayaan.
Di antara komunitas pemburu-pengumpul modern, tim peneliti menemukan koefisien Gini yang rendah—hanya sekitar 17, dalam skala 0 hingga 100.
Temuan ini tidak mengherankan karena masyarakat nomaden hanya bisa membawa beberapa benda saja saat berpindah-pindah. Bagi mereka, kualitas pribadi seperti kemampuan berburu dinilai lebih banyak.
Dalam masyarakat pertanian kuno, koefisien Gini diperkirakan antara 35-46. Menariknya, pengukuran sebenarnya bisa jadi lebih rendah.
Misalnya, di antara reruntuhan Babilonia, para peneliti memperkirakan koefisien 40, namun perkiraan berdasarkan informasi dari kronik Babilonia menghasilkan koefisien yang lebih tinggi, yakni 46.
Catatan kuno kemungkinan terlalu menekankan ukuran rumah terbesar. Ini tidak berbeda dengan apa yang terjadi ketika kita kembali dari melakukan perjalanan: kita terkadang cenderung melebih-lebihkan hal-hal yang telah kita lihat.
Namun demikian, perbedaan yang paling luar biasa datang dari perbandingan masyarakat masa lampau di Asia, Afrika, dan Benua Amerika.
Masyarakat kuno di Benua Amerika jauh lebih setara dalam koefisien Gini, meskipun dalam beberapa kasus, seperti Kekaisaran Aztec, memiliki masyarakat yang sangat hierarkis.
Para peneliti menyimpulkan bahwa akar dari perbedaan ini dapat bersifat ekologis, karena ada lebih banyak hewan lebih besar yang didomestikasi di Eurasia, seperti sapi, kuda, babi, domba, dan kambing, daripada di Amerika, yang mendomestikasi anjing dan kalkun.
Di Ibu Kota Aztec, Tenochtitlan, misalnya, rumah-rumah memiliki dimensi yang sangat standar dan semua berbentuk sangat mirip.
Masyarakat Aztec, bahkan dengan kultur pengorbanan manusia yang mengerikan, pada saat Penaklukan Spanyol lebih egaliter daripada Meksiko 200 tahun kemudian, ketika kelompok elite Eropa menciptakan sistem encomienda, di mana penduduk asli bekerja dalam sistem semi-perbudakan.
Dalam beberapa generasi kemudian, konsentrasi kekayaan berlipat ganda di Dunia Baru kolonial, yang mengakibatkan peningkatan ketidaksetaraan.
Kapan perbedaan antara Dunia Lama dan Dunia Baru ini muncul?
Dulu, para petani memiliki kuasa untuk menghasilkan dan menyimpan surplus makanan, sehingga menciptakan skenario potensial untuk mempertajam kesenjangan.
Menurut para penulis, beberapa petani mampu memelihara lembu bajak khusus yang dapat mengolah tanah 10 kali lebih banyak daripada petani lain. Ini mengakibatkan perubahan dalam nilai tanah.
Ketidaksetaraan yang muncul pada akhir zaman Neolitikum ini juga terlihat dalam kekayaan luar biasa yang berasal dari periode itu: salah satu contohnya di pemakaman Varna.
Pemakaman Varna dari era Zaman Tembaga ditemukan di Bulgaria modern dan bertanggal 4560-4450 SM. Pemakaman ini berisi lebih banyak emas daripada yang dimiliki seluruh dunia pada waktu itu.
Di dalamnya terdapat sisa jenazah laki-laki dewasa—kemungkinan seorang kepala suku atau raja—yang dikuburkan memegang tongkat perang emas. Dia juga memiliki selubung penis emas yang tidak diketahui artinya.
Namun, temuan seperti itu luar biasa, terutama karena ada konsensus umum yang menganggap masyarakat Neolitik lebih egaliter daripada era setelahnya.
Ketimpangan jelas meningkat dengan kedatangan logam, dari 3000 hingga 2000 SM. Kemunculan dan berkembangnya organisasi sosial mendorong kemunculan strata elite.
Setelah struktur kekuasaan awal didirikan, para elit kemudian berusaha untuk melanggengkan kekuasaan dengan dinasti. Mereka meningkatkan kontrol sosial dan membangun aliansi keluarga dengan kepala suku lainnya.
Mekanisme kontrol seringkali melibatkan kekerasan. Kemungkinan menggunakan kuda—dan pada tingkat lebih rendah, unta—sebagai alat perang menentukan keberhasilan penaklukan yang akan mengubah pola pemukiman di seluruh Eurasia pada akhir era Neolitik.
Ini setidaknya menjelaskan bagaimana 30 kerajaan atau negara besar muncul antara 3000 dan 600 SM semuanya ditemukan di Dunia Lama, tempat hewan-hewan ini berkeliaran.
Akibatnya, makam dengan tanda-tanda kekayaan menjadi lebih berlimpah dalam catatan arkeologi. Amesbury Archer yang terkenal, ditemukan tiga mil sebelah tenggara Stonehenge pada tahun 2002 (dekat Salisbury hari ini) dan bertanggal 2300 SM.
Kuburan ini mencakup lebih banyak artefak daripada pemakaman Inggris Zaman Perunggu lainnya.
Selain banyak mata panah, tiga pisau tembaga, empat gading babi hutan, dua pelindung pergelangan tangan dari batu yang melindungi pengguna dari tali busur mereka, dan lima pot yang sesuai dengan tradisi Bell Beaker, ada dua hiasan rambut emas—potongan paling awal yang terbuat dari logam ini yang pernah ditemukan di Kepulauan Inggris.
Kedatangan kompleks Bell Beaker ke Kepulauan Inggris dikaitkan dengan penggantian dari populasi lokal sebelumnya dan munculnya elite sosial.
Meningkatnya ketimpangan selama periode ini, baik di Timur Tengah maupun sebagian Eropa Barat, tampaknya sebagian dipengaruhi oleh peningkatan kepadatan penduduk.
Korelasi ini mungkin terkait dengan kompleksitas yang berkembang dalam mode penghidupan, jaringan perdagangan, dan organisasi politik yang terkait dengan pertumbuhan penduduk.
Meskipun koefisien Gini tertinggi untuk masyarakat masa lalu yang ditentukan oleh Institut Santa Fe serupa dengan yang ditemukan di beberapa negara Eropa saat ini (misalnya, dengan nilai sekitar 60 di Pompeii dan Kahun, pemukiman Mesir dari Dinasti ke-12), mereka tetap di bawah nilai masyarakat modern yang paling tidak setara seperti China dan Amerika Serikat (masing-masing dengan koefisien Gini 73 dan 85), yang jelas memiliki populasi lebih besar.
Dari perspektif sejarah, ini menunjukkan bahwa peningkatan ukuran populasi membawa ketidaksetaraan yang lebih tinggi.
Namun, koefisien Gini tidak selalu dapat diterapkan karena beberapa pemukiman tumbuh seiring waktu bersamaan dengan penghancuran pemukiman sebelumnya.
Banyak situs kuno yang tidak mungkin dipelajari secara detail. Misalnya, di Hisarlik—Troy lama—setidaknya 10 kota muncul di atas pendahulunya hanya dalam 2.000 tahun, membuat mereka cukup sulit untuk diteliti.
Penafsiran ekonomi pemukiman masa lalu juga dikritik oleh kalangan komunitas arkeologi. Beberapa berpendapat bahwa kualitas dan kekokohan bahan bangunan sama pentingnya dengan ukuran rumah.
Di kota-kota modern sekarang, kita tahu bahwa lokasi—misalnya, dekat dengan pusat kota—biasanya lebih penting daripada ukuran.
Terakhir, kekayaan yang mencolok—perabotan mewah, lukisan dinding, mosaik, dan sebagainya—yang masih dapat ditemukan di beberapa rumah hasil galian seperti di Pompeii harus dipertimbangkan juga, meskipun fitur seperti itu biasanya tidak terpelihara dengan baik.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.