Pada periode 1950-1960, hampir setiap tahun terjadi pergantian kabinet di dalam pemerintahan Republik Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang dibuatpun juga ikut berubah, akibatnya timbul rasa ketidakpuasan dan kekecawaan yang dirasakan oleh rakyat. Tidak sedikit pula terjadi pemberontakan di penjuru Republik Indonesia yang baru merdeka.
Salah satu pemberontakan yang terkenal adalah pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Dalang dibalik berdirinya DI/TII adalah Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Ia berulang kali merasa kecewa terhadap pemerintah RI sejak proklamasi 17 Agustus 1945. Akhirnya, pada 7 Agustus 1949, Ia memproklamirkan Negara Islam Indonesia (NII) di Tasikmalaya, dimana setahun sebelumnya Ia juga mendirikan Tentara Islam Indonesia (TII).
Kekejaman pemberontakan Kartosuwiryo yang telah belasan tahun tidak dapat dihentikan, merupakan salah satu alasan kolonel A, E Kawilarang membentuk Kesatuan Komando Tentara dan Teritorium III (Kesko III)/Siliwangi. Kartosuwiryo tidak segan untuk membakar rumah dan membunuh warga sipil apabila tidak menuruti kemaunnya.
Pada saat itu, Kesko III yang baru dibentuk memiliki tugas ganda, yaitu sebagai tempat pelatihan komando dan juga sebgai satuan operasional apabila dibutuhkan. Jadi, walaupun saat itu para prajurit sedang dalam masa pendidikan komando, apabila ada operasi, maka pendidikan akan dihentikan dahulu dan harus terjun ke lapamgan.
Saat menghadapi pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Kesko III yang telah berubah nama menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD) berkali-kali dapat menggagalkan pergerakan pemberontak. Seperti pada di Garut, setelah mendengar kabar bahwa Resimen Kali Paksi (pasukan DI/TII yang tidak ragu membunuh warga sipil) akan menyerang sebuah dusun, KKAD dengan sigap dapat membuyarkan penyerangan.
Pemberontakan tidak hanya dilakukan dengan gerilya di kampung-kampung, melainkan juga pada saat Bandung akan kedatangan rombongan Presiden RI beserta tamu dari Uni Sovyet, yaitu Wornsilov. Diduga akan ada pembunuhan yang dilakukan oleh DI/TII dengan menyamar sebagai Polisi Militer. Sehingga, pada 5 Mei 1957, dilakukan pembersihan area Rajamandala oleh KKAD. Kunjunganpun dapat terlaksana dengan aman.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat pada akhirnya dapat ditumpas saat Kartosuwiryo dan para petinggi organisasi tertangkap pada 1962 Mereka ditangkap di Gunung Geber di Malajaya, Jawa Barat melalui Operasi Pagar Betis, yaitu operasi pengepungan persembunyian Kartosuwiryo di Gunung Geber.
(Khafid Mardiyansyah)