Kala itu, terjadi aksi demonstrasi besar-besaran serikat buruh di Amerika Serikat. Sejak awal abad ke-19, banyak perusahaan di Negeri Paman Sam itu memaksa buruh bekerja selama 14, 16, bahkan 18 jam dalam sehari.
Pada masa itu tidak lazim jika buruh kerja lebih dari 8 jam perhari. Buruh pun menuntut agar jam kerja tersebut dikurangi menjadi maksimal 8 jam per hari.
Puluhan ribu buruh di Amerika Serikat melakukan pemogokan bersama dengan anak dan istri mereka,. Atas aksi itu tak sedikit menimbulkan korban jiwa.
Berkat perjuangan dan usaha keras para buruh tersebut pun membuahkan hasil, pemerintah dan para pemilik usaha memahami apa yang menjadi hak dan kewajiban para buruh.
Di Indonesia sendiri, pada masa reformasi barulah hari buruh kembali rutin dirayakan di banyak kota, dan mengusung berbagai tuntutan mulai dari kesejahteraan hingga penghapusan sistem alih daya. BJ Habibie yang saat itu sebagai presiden pertama di era reformasi melakukan ratifikasi konvensi ILO Nomor 81 tentang kebebasan berserikat buruh.
Hingga kini momentum tersebut menjadi momen yang pas untuk para buruh menuntut hak mereka. Itulah alasan kenapa 1 Mei ditetapkan sebagai Hari Buruh.
(RIN)
(Rani Hardjanti)