JAKARTA - Pasca peristiwa G30S PKI atau 30 September 1965, Pemerintah Indonesia mencoba memperbaiki hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat yang sempat berantakan di era Soekarno.
Perbaikan hubungan diplomatik diharapkan bisa membawa imbas positif pada kepentingan ekonomi Indonesia yang lagi membangun. Sebab saat itu Indonesia sudah memutus hubungan diplomatik dengan Amerika.
Upaya perbaikan dimulai dengan membuka komunikasi dengan sejumlah pimpinan eks pemberontak PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang di masa Pemerintahan Soekarno banyak yang ditangkap dan dibui. Mereka merupakan bekas perwira angkatan darat yang bertugas di Sumatera dan Sulawesi.
“Terungkap bahwa mereka dahulu memberontak karena dibantu Amerika,” demikian dikutip dari buku Legenda Pasukan Komando Dari Kopassus Sampai Operasi Khusus (2017).
Pemulihan hubungan diplomatik dengan Amerika pasca peristiwa G30S PKI ditangani oleh Ali Moertopo, yakni tangan kanan Presiden Soeharto yang dipercaya mengomandani Operasi Khusus (Opsus).
Ali langsung menjalin komunikasi dengan Ventje Sumuel Walandow. Ventje yang pada saat meletusnya peristiwa PRRI/Permesta berpangkat letnan kolonel diketahui sebagai pelopor pendirian Dewan Manguni.
Begitu juga dengan Jerry Sumendap, juga diajak bicara. Hasilnya sesuai harapan pemerintah Indonesia. Mereka dengan cepat mampu memulihkan kembali hubungan Indonesia dengan Amerika. “Akhirnya Indonesia dapat menjalin kembali hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat”.
Tidak hanya kembali mesra. Paman Sam juga memberikan bantuan ekonomi kepada Indonesia, yakni berupa bantuan beras dalam jumlah besar. Beras asal Amerika Serikat itu berkode PL-480.
Beras bantuan Amerika oleh Jerry Sumendap diangkut dengan kapal laut, ditampung di Bulog dan kemudian dijual murah ke rakyat. “Pengembalian pinjaman untuk beli beras itu diberi waktu 25 tahun”.
Imbas ekonomi dari kemesraan hubungan diplomatik tidak hanya pada pemenuhan harga beras murah, tapi juga mengembang pada kebutuhan sandang (pakaian).
Pabrik tenun di Cilacap, Tasikmalaya dan Tegal yang sebelumnya kekurangan benang, oleh Amerika disuplai kapas yang merupakan bahan baku benang. Namun kapas bantuan itu tidak langsung dikirim ke Jakarta.
Bahan baku dari Amerika itu lebih dulu dikirim ke Taiwan. Setelah dipintal menjadi benang, pihak Negara Taiwan baru mengirimkan ke Jakarta.
Tidak heran kalau Opsus yang dipimpin Ali Moertopo bersinggungan dengan pengusaha-pengusaha besar dalam rangka operasi intelijen memperbaiki hubungan dagang dengan negara tetangga.
“Yakni seperti Singapura, Thailand, Hongkong, Korea dan Hongkong”. Bidang Garapan Opsus pada awal pemerintahan Soeharto sangat luas. Yakni meliputi aspek ekonomi, intelijen, hingga melaksanakan penyelundupan agar harga barang di dalam negeri menjadi murah.
Peristiwa itu terjadi pada tahun 1970-an. Jelang lebaran, Opsus melakukan penyelundupan besar-besaran tekstil dan baju jadi melalui kapal yang berlayar dari Singapura.
Begitulah salah satu upaya pembangunan ekonomi politik Indonesia pasca peristiwa G30 S PKI.
(Awaludin)