JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan berkas perkara mantan Komisaris Independen PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto (DTY) telah rampung. Dadan diduga terlibat dalam kasus dugaan pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) yang menyeret nama Sekretaris nonaktif MA, Hasbi Hasan (HH).
"Hari ini (3/10) telah selesai dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti untuk tersangka DTY dari Tim Penyidik pada Tim Jaksa KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (3/10/2023).
Ali melanjutkan, seluruh alat bukti untuk melengkapi berkas perkara tersangka tersebut dipenuhi dengan maksimal oleh Tim Penyidik.
"Sehingga dinyatakan lengkap dan nantinya siap dibawa ke persidangan," ujarnya.
Ali melanjutkan, penahanan DTY selanjutnya menjadi tanggung jawab tim jaksa selama 20 hari ke depan. Penahanan dilakukan di Rumah Tahan KPK hingga 20 Oktober 2023.
"Pelimpahan ke Pengadilan Tipikor segera dilakukan dalam waktu 14 hari kerja," ucapnya.
Sebelumnya, KPK membongkar dugaan kongkalikong mantan Komisaris Independen PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto (DTY), dengan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Hasbi Hasan, dalam pengurusan perkara. Dadan dan Hasbi Hasan diduga telah menerima suap terkait pengurusan perkara di MA.
Dadan dan Hasbi diduga kongkalikong dalam mengurus upaya kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana. Suap tersebut berawal ketika Debitur KSP Intidana, Heryanto Tanaka (HT) menghubungi Dadan untuk mengurus perkara di MA.
"HT beberapa kali menghubungi tersangka DTY melalui komunikasi telepon terkait pembicaraan pengurusan perkara yang sedang dilakukan oleh YP (Theodorus Yosep Parera) selaku pengacaranya," ujar Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat menggelar konpers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (6/6/2023).
Dalam komunikasi tersebut, Heryanto meminta Dadan mengurus perkara dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman di MA. Heryanto meminta Budiman Gandi dihukum bersalah. Dadan juga diberi tugas mengawasi kerja pengacara Heryanto, Yosep Parera (YP) dalam mengurus perkara kasasi dan PK di MA tersebut.
"Tersangka DTY kemudian menyatakan siap membantu dan mengawasi pekerjaan YP dalam mengurus kedua perkara tersebut di Mahkamah Agung dan sebagai imbalannya tersangka DTY meminta fee kepada HT berupa suntikan dana," beber Ghufron.
Singkat cerita, Dadan, Yosep, dan Heryanto bertemu di daerah Semarang pada Maret 2022. Dalam pertemuan tersebut, Dadan menghubungi Hasbi Hasan untuk menginformasikan bahwa Heryanto meminta bantuan untuk mengurus perkara di MA.
"Tersangka DTY berinisiatif menelpon menggunakan aplikasi whatsapp kepada tersangka HH dan menyampaikan kepada tersangka HH 'Ini Pak ada yang mau minta tolong. Ini ada rekan saya orang Semarang sedang mengurus kasus di Mahkamah Agung'," ungkap Ghufron.
Setelah itu, terjadi penyerahan uang Rp11,2 miliar secara bertahap sebanyak tujuh kali transfer dari Heryanto kepada Dadan. Ghufron menyebut sebagian uang tersebut kemudian diserahkan Dadan kepada Hasbi Hasan.
"Bahwa untuk pengurusan perkara di Mahkamah Agung baik untuk perkara kasasi maupun PK dimaksud, HT lalu menyerahkan uang kepada tersangka DTY sebanyak tujuh kali transfer dengan total sekitar Rp11,2 miliar," ucap Ghufron.
"Sebagian uang tersebut diduga diberikan oleh tersangka DTY kepada HH pada sekitar bulan Maret 2022," katanya.
Lantas, Dadan menginformasikan terkait putusan kasasi pidana kepada Yosep Parera bahwa permintaan Heryanto telah dipenuhi. Budiman Gandi Suparman telah diputus bersalah dan divonis lima tahun penjara. "Dengan kalimat 'Udh aman 5 tahun bang'," ucap Ghufron membacakan pesan dari Dadan ke Yosep.
Atas perbuatan tersebut, Dadan dan Hasbi Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Erha Aprili Ramadhoni)