SAAT Hamas melancarkan serangan kilatnya terhadap Israel pada 7 Oktober, beberapa pengamat mencurigai adanya pengaruh dari Rusia dan Iran dalam aksi kelompok Palestina tersebut. Iran, yang merupakan sekutu Rusia memang telah lama mendukung Hamas, bahkan menjadi kontributor besar kelompok itu.
Para pengamat tersebut berpendapat bahwa serangan itu adalah upaya Rusia memicu konflik di Timur Tengah untuk memperluas perangnya dengan Barat. Selain itu, ada yang membandingkan secara langsung antara serangan Hamas dan perang Rusia melawan Ukraina.
Presiden Ukraina menanggapi komentar tersebut dan mengatakan bahwa “yang satu adalah organisasi teroris yang menyerang Israel,” dan “yang lainnya adalah negara teroris yang menyerang Ukraina., dikutip dari Foreign Policy.
Moskow telah lama menjalin hubungan dekat dengan Hamas, sebuah kelompok Islam yang menguasai Gaza dan mendapat dukungan dari Iran. Gerakan militan ini memenangkan pemilihan parlemen Palestina pada 2006 dan mengambil alih Gaza selama perang saudara Palestina.
Hamas memiliki sayap politik dan militer, dan beberapa negara Barat, seperti Australia dan Selandia Baru, mereka mengatakan bahwa sayap militer Palestina yang disebut Brigade Izz ad-Din al-Qassam, merupakan organisasi teroris.
Kremlin tidak pernah menyatakan bahwa sayap Hamas manapun sebagai kelompok teroris. Hal ini dikarenakan Rusia ingin menciptakan perdamaian Timur Tengah dengan mencoba menyatukan beberapa faksi Palestina termasuk Hamas menjadi satu kekuatan politik untuk memulai kembali proses perdamaian dan menciptakan solusi dua negara.
Selain itu, Delegasi Hamas sering mengunjungi Moskow untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov dan Wakil Menteri Luar Negeri Mikhail Bogdanov, yang memegang urusan Timur Tengah di kementerian luar negeri.
Rusia berkonsultasi dengan faksi-faksi Palestina di Doha, Qatar dan Ramallah, di Tepi Barat dan mengadakan pertemuan di Institut Studi Oriental dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia di Moskow. Pertemuan tersebut telah menunjukan bahwa Hamas bukanlah boneka Rusia, karena Palestina menolak menandatangani pernyataan yang ditengahi oleh Rusia.
Selama bertahun-tahun, beberapa senjata buatan Rusia seperti rudal anti tank dan rudal anti pesawat yang diluncurkan dari bahu telah masuk ke Gaza, kemungkinan besar melalui Iran. Namun sejauh ini, tidak ada bukti jelas bahwa Rusia mendukung Hamas dalam merencanakan atau melaksanakan serangan mendadak terhadap Israel.
Keterlibatan Rusia sebagian besar adalah dengan Iran, yang merupakan sekutu kuat Hamas, yang menyediakan pendanaan dan pelatihan militer bagi kelompok Palestina itu.
Sejak melancarkan operasi militer ke Ukraina pada Februari 2022, Moskow telah memperdalam kerja samanya dengan Iran secara signifikan. Sebagai imbalan atas drone tempur dan perlengkapan militer Iran lainnya. Rusia telah meningkatkan dukungan pertahanannya untuk Teheran, termasuk seperti yang ditakutkan Amerika Serikat (AS) dengan bantuan untuk program rudal dan kendaraan peluncuran ruang angkasanya.
Terdapat banyak keterlibatan militer Iran Rusia, termasuk kunjungan Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu ke pameran senjata di Teheran bulan lalu.
Ketidakstabilan yang terjadi di Timur Tengah saat ini, mengalihkan perhatian negara-negara Barat, khususnya AS dan NATO, dari perang di Ukraina. Hal ini dimanfaatkan Rusia dengan melancarkan serangan balasan terhadap pasukan Ukraina dalam setidaknya sepekan terakhir.
Situasi saat ini juga berpotensi menghambat bantuan militer dari Barat untuk Ukraina.
Meskipun Rusia mendapatkan keuntungan dari meningkatnya kekerasan antara Israel dan Hamas, tidak ada bukti bahwa Rusia berperan dalam menghasut tindakan Hamas secara langsung.
Saat ini Israel belum memberikan senjata mematikan kepada Kyiv, karena pihaknya tidak ingin bermusuhan dengan Rusia, karena hubungannya dengan Rusia sudah terjalin baik sejak 2022 terutama saat dibawah pimpinan Perdana Menteri Israel Yair Lapid. Selain itu, kedua negara tersebut juga mengoordinasikan kegiatan angkatan udara mereka di Suriah.
Selain itu, meski Rusia mendapatkan keuntungan dari situasi ini, Moskow tidak ingin Iran dan Israel terjerumus ke dalam perang skala penuh. Karena konflik konflik yang lebih luas nantinya pasti tidak hanya akan melanda Lebanon tetapi juga Suriah, di mana pangkalan udara dan angkatan lautnya dikuasai oleh Rusia yang mendukung kekuatan Moskow di Mediterania Timur dan Afrika.
Dibalik tindakannya, Rusia masih menghargai hubungannya dengan Israel dan negara-negara Arab, meskipun keterkaitannya dengan Iran semakin meningkat. Sejak 7 oktober, Moskow menjadi perantara perdamaian dan menyalahkan bahwa perang yang terjadi di Timur Tengah adalah kesalahan di masa lalu yang dilakukan oleh pihak Barat.
Sebagai wujud kecakapan memainkan pertunjukan diplomatis, para pejabat Rusia sibuk menjalin hubungan dan menjadi rumah rumah bagi negara-negara Arab. Rusia juga menyatakan rancangan resolusi terkait perang tersebut di Dewan Keamanan PBB awal pekan ini.
Atas serangan 7 Oktober lalu Putin berusaha menghubungi Netanyahu untuk belasungkawa, tak hanya itu Rusia juga telah menahan diri untuk tidak menyebut pembantaian tersebut sebagai aksi terorisme dan pemberitaan media di Rusia bersikap menjadi pro Palestina dengan menekankan penderitaan yang dialami warga sipil Palestina.
Moskow memanfaatkan keluhan yang kuat mengenai Palestina di Timur Tengah dan wilayah Selatan, ia berharap akan mendapatkan dukungan dalam konfrontasinya yang lebih luas dengan Barat.
Namun, meski Rusia mendukung sentimen pro-Palestina, Rusia tidak ingin memutuskan hubungan dengan Israel. Di sisi lain, meski memiliki hubungan yang erat, Rusia juga tidak menyuarakan dukungan untuk Iran terkait konfrontasi dengan Israel.
Diplomasi Rusia dibawah Putin selalu berusaha dan terus mencoba untuk menyeimbangkan pemain-pemain yang saling bermusuhan di Timur Tengah, karena hal ini akan memaksimalkan keuntungan Rusia. Mengatasi konflik kecil, dibandingkan perang regional yang besar, sambil menghadapi semua pihak adalah pendekatan yang digunakan Moskow.
(Rahman Asmardika)