HARI ini 76 tahun lalu ada sebuah peristiwa penting dan bersejarah dalam perjalanan Republik Indonesia; ditandatanganinya Perjanjian Renville untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian Linggarjati 1946.
Kesepakatan damai antara Indonesia dengan Belanda ini ditandatangani oleh dua belah pihak pada 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Renville yang berlabuh di Jakarta. Kapal perang USS Renville sengaja dipilih sebagai lokasi perjanjian karena dianggap sebagai tempat netral.
Merujuk nama kapal perang itulah maka peristiwa ini dikenal dengan nama Perjanjian Renville.
BACA JUGA:
Mengutip dari Wikipedia.org, perundingan tersebut dimulai dari 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
Dari pihak Indonesia, perundingan ini diwakili Amir Syarifudin. Sedangkan perwakilan pihak Belanda oleh R Abdulkadir Widjojoatmodjo. Ia merupakan warga Indonesia yang memihak Belanda.
Isi perjanjian Renville ini adalah Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda itu mengakibatkan setiap Tentara Nasional Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda di wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur harus berpindah atau dipaksa tarik mundur ke daerah Republik Indonesia.
BACA JUGA:
Guna memecah belah Republik Indonesia, Belanda juga membuat "negara boneka", di antaranya Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Perjanjian Renville ini menimbulkan banyak kerugian bagi Indonesia sehingga timbulnya Agresi Militer Belanda II.
Sebenarnya pada 17 Agustus 1947, Indonesia dan Belanda sudah sepakat gencatan senjata. Tapi itu tak serta merta menghentikan konflik. Pertempuran antara pasukan Belanda dengan laskar-laskar rakyat masih terus terjadi.
(Salman Mardira)