JAKARTA - Raja Kediri Prabu Jayabaya (1135-1159) dikenal dengan sejumlah tulisannya yang dikenal luas sebagai Ramalan Jayabaya.
Ramalan itu tertulis dalam beberapa naskah antara lain Serat Jayabaya Musarar, hingga Serat Pranitiwakya. Selain itu, Ramalan Jayabaya juga disinggung dalam Babad Tanah Jawi.
Salah satu tulisan Jayabaya meramalkan terjadinya bencana besar yang menelan banyak korban sebagaimana tertulis dalam bait berikut:
"Akeh ingkang gara-gara. Udan salah mangsa prapti. Akeh lindhu lan grahana. Dalajate salin-salit. Pepati tanpa aji. Anutug ing jaman sewu, Wolung atus ta iya Tanah Jawa pothar pathir, Ratu Kara Murka Kuthila pan sirna".
Terjemahannya :
"Banyak kejadian dan peristiwa alam maupun dalam kehidupan masyarakat manusia yang luar biasa. Musim penghujan tidak teratur dan sering datang dengan curah hujan tinggi (kebanjiran) hingga tidak ada curah hujan sama sekali (kekeringan)."
"Gempa bumi sering terjadi dan menelan banyak korban jiwa manusia, ternak, dan harta benda, demikian juga sering terjadi fenomena alam misterius yakni terjadinya gerhana bulan, dan gerhana matahari."
Masa penuh bencana ini akan penuh dengan penderitaan dimana orang-orang tertindas oleh para penguasa licik dan sewenang-wenang. Masyarakat juga tidak peduli pada sesamanya, pada ketidakadilan yang merajalela di muka bumi.
Di tengah masa-masa gelap ini, Jayabaya meramalkan datangnya sosok penyelamat, seorang “Satria Piningit”.
"Tapi, setelah masa yang paling berat itu, akan datang zaman baru, zaman yang penuh kemegahan dan kemuliaan. Zaman Keemasan Nusantara. Dan zaman baru itu akan datang setelah datangnya sang Ratu Adil, atau Satria Piningit," jelas Masud Thoyib Adiningrat, Budayawan Jawa yang juga Pengageng Kedaton Jayakarta.
Dalam bait naskahnya, Jayabaya menyebutkan ciri-ciri sosok Satria Piningit:
"Akan ada dewa tampil berbadan manusia berparas seperti Batara Kresna berwatak seperti Baladewa bersenjata trisula wedha (bait 159)"
"Akan ada dewa berbadan manusia”: menyebutkan bahwa Satria Piningit berwujud seperti kita manusia biasa, tetapi sejatinya beliau adalah dewa. untuk mengetahui sejatinya seseorang tidaklah mudah, kecuali sesamanya atau lebih tinggi derajatnya. itulah yang menyebabkan Satria Piningit," papar Masud.