Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kisah Jenderal Ahmad Yani, Pahlawan Korban PKI Pemegang Legendaris Samurai Jepang

Arief Setyadi , Jurnalis-Jum'at, 31 Mei 2024 |15:11 WIB
Kisah Jenderal Ahmad Yani, Pahlawan Korban PKI Pemegang Legendaris Samurai Jepang
Jenderal Ahmad Yani (Foto: Dok)
A
A
A

JAKARTA - Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani adalah salah satu pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965. Ahmad Yani dilahirkan pada 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo.

Ia menempuh pendidikan militer selama masa pendudukan Jepang, termasuk pendidikan Heiho di Magelang dan pendidikan tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.

Berkat prestasinya yang luar biasa, Ahmad Yani dianugerahi sebuah samurai Katana istimewa (gunto) oleh militer Jepang.

Keahliannya dalam strategi perang dan olahraga ‘Sendai’ membuatnya lulus dengan cemerlang dan diakui oleh tokoh-tokoh militer, seperti Sarwo Edhie Wibowo.

"Beliau memang seorang prajurit, ahli strategi perang sejak masuk PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor. Dia juga pandai main ‘Sendai’, olahraga Jepang dengan pedang samurai. Karena pandainya itu, dia bisa lulus dengan baik dan diberi pedang (gunto) yang paling panjang. Itu diakui Pak Sarwo Edhie (Wibowo),” cerita Amelia A Yani kepada redaksi Okezone, beberapa waktu silam.

Karier militer Ahmad Yani semakin bersinar setelah pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), di mana ia diangkat sebagai Komandan TKR Purwokerto. Pada 1948, ia turut serta dalam menumpas pemberontakan PKI Muso di Madiun.

Saat Agresi Militer Belanda II, Ahmad Yani diangkat sebagai Komandan Wehrkreise II di daerah Kedu.

Salah satu pencapaian lainnya adalah pembentukan pasukan Banteng Raiders untuk menumpas gerombolan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Tengah.

Setelah menyelesaikan tugas tersebut, Ahmad Yani melanjutkan pendidikan di Command and General Staff College di Amerika Serikat, meskipun hal ini kemudian dijadikan bahan tuduhan oleh PKI yang menuduhnya sebagai antek Amerika.

Pada 1958, Ahmad Yani diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang, Sumatera Barat, untuk menumpas pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Ahmad Yani juga memainkan peran penting dalam perebutan Irian Barat, yang membuat Presiden Soekarno sangat mengapresiasi keberadaannya.

Pada 1962, Ahmad Yani diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Namun, ia difitnah PKI yang menuduhnya merencanakan kudeta terhadap Presiden Soekarno. Pada dini hari 1 Oktober 1965, Ahmad Yani diculik dan dibunuh oleh gerombolan PKI, dan jasadnya ditemukan di Lubang Buaya.

"Beliau sempat diisukan pengkhianat (oleh PKI). Bapak kan memimpin dewan jenderal yang memang biasanya untuk membahas kenaikan pangkat perwira. Tapi isu itu dibuat-buat PKI, difitnah bahwa dewan jenderal untuk menggulingkan Soekarno. Nah, akhirnya pecahlah itu G30S (Gerakan 30 September 1965),” kata Amelia.

Ia kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta. Ahmad Yani dikenang melalui berbagai penghormatan, seperti museum, Masjid “Ahmad Yani”, kapal TNI AL “KRI Ahmad Yani 351”, Bandara Achmad Yani di Semarang, serta Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) di Cimahi, Jawa Barat.

Gelar “Pahlawan Revolusi” disematkan kepadanya, dan pangkatnya dinaikkan secara anumerta menjadi Jenderal penuh.

Dengan segala jasa dan pengorbanannya, Jenderal Ahmad Yani tetap menjadi simbol kepahlawanan dan perjuangan bagi bangsa Indonesia.

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement