“Di Barat, ilmu berkembang dari logika. Di Timur, ilmu tumbuh dari rasa. Pesantren adalah sintesis keduanya, tempat di mana akal dan spiritualitas berjalan seimbang,” jelasnya.
Menurut Menag, keunggulan pesantren terletak pada kemampuannya menjaga keseimbangan antara rasionalitas modern dan nilai-nilai ilahiah. Karena itu, pesantren menjadi benteng moral di tengah tantangan globalisasi dan digitalisasi.
Menag pun memaparkan gambaran terkini mengenai ekosistem pendidikan pesantren di Indonesia yang semakin berkembang pesat. Secara keseluruhan, Indonesia kini memiliki lebih dari 12,6 juta santri yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, dengan lebih dari 42 ribu pondok pesantren dan lebih dari 100 ribu madrasah, sebuah potensi besar yang bukan hanya mencerminkan kekuatan pendidikan Islam, tetapi juga daya spiritual dan sosial bangsa.
“Ini bukan hanya angka statistik, tetapi kekuatan sosial dan spiritual yang luar biasa besar. Jika seluruh santri bergerak bersama, Indonesia akan menjadi bangsa yang tak hanya maju, tapi juga bermartabat,” tegas Menag.
Menag berpesan agar dunia pesantren terus menjadi sumber inspirasi dan cahaya ilmu. “Kesantunan publik yang kita rasakan hari ini lahir dari pesantren. Mari kita jaga tradisi itu, agar cahaya pesantren tetap menerangi Indonesia dan dunia,” pungkasnya.
(Fetra Hariandja)