Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Tragedi MOS dengan Kekerasan (1)

Margaret Puspitarini , Jurnalis-Senin, 11 Agustus 2014 |15:37 WIB
Tragedi MOS dengan Kekerasan (1)
Tragedi MOS dengan Kekerasan (Ilustrasi Foto : dok.Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Aksi kekerasan dalam dunia pendidikan seakan tak pernah berhenti. Mengatasnamakan pembentukan karakter, aksi kekerasan fisik pun terus dilakukan dalam pelaksanaan Masa Orientasi Sekolah (MOS) kepada siswa baru.

Bukan membentuk karakter, aksi kekerasan tersebut justru menjadi sebuah tradisi untuk menunjukkan rasa senioritas. Bahkan tidak jarang tindakan kekerasan itu justru merenggut nyawa.

Berikut dua fenomena bullying yang terjadi ketika MOS dan marak menjadi pemberitaan di media massa, sepanjang 2012 hingga saat ini.

1. Kasus kekerasan di SMA Don Bosco
Aksi kekerasan tersebut menimpa Ary pada 24 Juli 2012. Berawal dari ajakan halus kakak kelasnya, Ary justru diancam secara fisik dan verbal, serta disundut rokok.

Kala itu, sepulang sekolah, Ary diajak kakak kelasnya untuk nongkrong di kawasan Pondok Indah. Menurut Ary, ajakan tersebut dimaksudkan para seniornya untuk mengakrabkan diri.

Namun bentuk "pengakraban diri" yang dimaksud jauh berbeda. Ary justru ditawari, minuman keras, rokok, dan narkoba. Dia juga mendapat siksaan fisik selama sekira tiga jam.

"Saya ditawarin rokok, bir dan narkoba, saya nolak. Karena menolak leher saya disundut rokok. Disiksa tiga jam, dari pukul 14.00 WIB sampe pukul 17.00 WIB. Habis itu kita disuruh duduk-duduk," ujar Ary di Mapolres Jakarta Selatan.

Ary bahkan diminta berbohong kepada orangtuanya dengan beralasan sedang makan di daerah Pondok Indah. Puas menganiaya, para senior Ary mengancamnya dengan pisau lipat agar tidak melapor kepada guru.

"Sebelum balik, kita sudah diancam, 'Jangan laporin ke guru. Awas!' Sembari membawa pisau lipat buat nakut-nakutin," kata Ary.

Kasus kekerasan yang menimpa Ary pun berujung damai
. Lewat mediasi yang diprakarsai Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), keluarga korban dan pelaku sepakat untuk berdamai.

Melalui ikrar perdamaian tersebut, keluarga pelaku meminta maaf yang diterima oleh keluarga korban. Pelaku juga berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya baik secara fisik maupun verbal.

(Margaret Puspitarini)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement