Dalam ayat selanjutnya ditambahkan, "Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri".
Menurut Jokowi, pasal itu ada untuk melindungi presiden sebagai simbol negara. "Kalau kita lihat di negera yang lain, sebagai symbol of state itu ada semuanya. Tapi, kalau di sini inginnya tidak, ya terserah nanti di wakil-wakil rakyat," ucap dia.
Soal simbol negara yang dikatakan presiden, jelas berbeda dengan apa yang pernah dinyatakan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqqie pada tanggal 4 Agustus 2015 di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Saat itu, Jimly mengatakan bahwa pemerintah yang menganggap posisi presiden sebagai simbol negara dianggap sebagai warisan pemikiran feodal. Pemikiran itu dianggap tak lagi relevan dengan era demokrasi.
Kata Jimly, persoalan lambang negara sudah diatur secara khusus dalam Pasal 36 a Undang-Undang Dasar 1945. Lambang negara yang diatur dalam konstitusi adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, bukan presiden.
(Fiddy Anggriawan )