Bila Supersemar Lebih Awal, Tindakan Brutal Pembunuhan dapat Diredam

Prabowo, Jurnalis
Rabu 16 Maret 2016 00:31 WIB
Diskusi terkait Supersemar (Foto: Prabowo/Okezone)
Share :

YOGYAKARTA - Terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Soeharto banyak diperbincangkan. Terlepas kontroversi yang terjadi saat ini, kebijakan Soekarno mengeluarkan Supersemar dinilai sangat tepat.

Hal itu disampaikan Sulasno, mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Nasional dalam diskusi bertajuk 'Implikasi Supersemar Bagi Peradaban Indonesia' di Gedung University Center, UGM Yogyakarta.

"Seandainya Supersemar dikeluarkan lebih awal, kondisi bunuh membunuh di masyarakat bisa kurangi. Korban mungkin tidak sebanyak yang diperkirakan sekarang, sekitar 500.000 orang," kata Sulastomo, Selasa (15/3/2016).

Dia menyampaikan, paska pembunuhan para jenderal angkatan darat kala itu, masyarakat menuntut supaya Partai Komunis Indonesia dibubarkan. Sebab, selain sukses melakukan pembunuhan, gerakan 30 September seperti diatas angin.

"Merebut RRI, sehingga membuktikan dirinya sebagai gerakan kudeta. Kabinet didemisionerkan, dan seluruh wilayah Indonesia akan dibentuk dewan revolusioner," katanya.

Meskipun, gerakan revolusioner itu berdalih menyelamatkan pimpinan besar revolusi/mandataris MPR/Presiden Soekarno, namun nama Presiden Soekarno tidak tercantum dalam dewan revolusi. Bahkan, nama-nama yang diumumkan sebagai anggota Dewan Revolusi ada yang tidak tahu sama sekali.

Paska gerakan itu, muncul berbagai versi. Dikatakannya, PKI melalui biro khususnya, mengaku sebagai dalang gerakan kudeta itu. Apa lagi tidak ada pernyataan dari CC PKI yang mengutuk gerakan itu. Karena itu peristiwa inibdikenal sebagai gerakan kudeta G30S/PKI.

"Nah, gelombang pembubaran PKI bagaikan air mewarnai kondisi politik kala itu. Terjadi gontok-gontokan, saling bunuh membunuh terjadi di masyarakat," jelasnya.

Dilanjutkannya, Presiden Soekarno berusaha meredam konflik di masyarakat. Begitu juga dengan HMI ketika itu diminta melerai, namun gagal. Gelombang emosi masyarakat sudah tidak bisa terbendung, konflik sosial terjadi.

Panglima Siliwangi Jawa Barat secara sepihak menyatakan PKI telah bubar dengan sendirinya. Konflik yang terjadi di Jabar itu lebih rendah dibanding tempat lain.

Jadi, pembubaran PKI diklaim menjadi satu-satunya cara untuk meredam konflik di masyarakat. Muncul SP 11 Maret 1966, yang memberi mandat kepada Soeharto kala itu sebagai petinggi TNI untuk mengendalikan keamanan di masyarakat dan pembubaran PKI. "11 Maret muncul Surat Perintah, 12 Maret 1966 PKI dibubarkan setelah memperoleh landasan hukum," jelasnya.

Dirinya menyatakan, masyarakat menyambut baik. Konflik yang terjadi dimasyarakat bisa diredam. Tidak lagi terjadi aksi brutalisme yang ada di tengah masyarakat. "Aksi bunuh membunuh reda," imbuhnya.

(Angkasa Yudhistira)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya