Para pimpinan Kelompok Penganut Kepercayaan itupun menceritakan berbagai diskriminasi dan perlakuan tak adil yang mereka rasakan. Seperti Komunitas Sunda Wiwitan yang secara terbuka didiskriminasi oleh Birokrasi Pemerintahan di Kuningan, Jawa Barat, demi menjaga kondusivitas wilayah itu.
Lalu kasus siswa ZN di Semarang, Jawa Tengah, yang tak dibolehkan naik kelas karena kurikulum hanya memfasilitasi enam agama, bukan Aliran Kepercayaan. Disampaikan juga yang dirasakan oleh penganut Sapta Darma.
Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa Indonesia saat ini berpeluang besar menghentikan tindakan diskriminasi itu. Apalagi Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan Keputusan Presiden tentang penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Hal itu berarti ada pengakuan terhadap pidato Bapak Bangsa Soekarno pada 1 Juni 1945 tentang Pancasila.
Dalam pidato itu, kata Hasto, ditelurkanlah prinsip Ketuhanan yang berkebudayaan, dimana Indonesia dibangun untuk semua; bukan untuk orang per orang atau untuk perkelompok saja. Negara juga wajib mengatasi perbedaan paham dan golongan.
Karena itu, PDIP akan memperjuangkan apa yang disampaikan dalam audiensi hari ini, melalui berbagai langkah strategi kebudayaan. Yakni melalui perjuangan politik lewat upaya revisi UU Administrasi Kependudukan, melalui dialog dan komunikasi politik untuk penyadaran dan ujungnya perubahan regulasi.
"1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila adalah awalannya, menjadi landasan politik ideologis bagi PDIP untuk melangkah berjuang lebih jauh. Kami akan cari ruang bersama sambil membangun kesadaran bersama untuk menghapus diskriminasi itu," kata Hasto.