Pergerakan kelompok Mao pun jelas tak mudah, dengan jumlah sebanyak itu posisi mereka dapat dengan mudah terlacak oleh musuh yang terus berjaga. Alhasil mereka harus mengendap-endap. Bergerak lebih cepat hanya pada malam hari tanpa penerangan apapun. Dan kalau lokasi aman dari musuh baru lah mereka berani menyalakan obor. Pada masa itu, cahaya suar itu bisa terlihat kecil-kecil mengular dari lembah ke bukit-bukit nun jauh di sana.
Bagi Mao taktik politik ini adalah opsi terbaik untuk mengacaukan musuh. Sedikitnya 24 sungai diseberangi dan 18 gunung didaki.
Sesampainya di Sungai Xiang (Provinsi Hunan), bencana pertama melanda Mao dan pasukannya. Tentara Nasionalis ada di sana, mereka memblokir jalannya PKC. Butuh seminggu bagi Mao dan Zhou menerobosnya. Dan ketika mereka berhasil meruntuhkan pertahanan nasionalis, 50 ribu pasukan telah kehilangan nyawa.
Pertempuran itu terjadi pada November 1934. Kalah perang, jabatan Mao sebagai ketua dicabut. Namun pada Januari, dia mendapat kembali pengaruhnya dan melancarkan strategi baru yang lebih rumit. Pasukan dipencarkan, tidak ada lagi perang muka ketemu muka. Jalur yang diambil bahkan benar-benar membingungkan Kuomintang.
Tujuan utama PKC satu, Provinsi Shaanxi yang terletak di barat laut daratan China. Di sana lah pasukan Jepang sedang melebarkan sayap kekuasannya ke Negeri Tirai Bambu. Mao mengambil kesempatan ini untuk menggelorakan dua lemparan batu sekaligus, kalahkan partai pesaing dan pukul mundur penjajah.