Kronologi Kekerasan di Rakhine Pemicu Eksodus Muslim Rohingya

Wikanto Arungbudoyo, Jurnalis
Kamis 31 Agustus 2017 17:18 WIB
Seorang Muslim Rohingya menggendong ibunya untuk mengungsi ke Bangladesh (Foto: Suzauddin Rubel/AFP)
Share :

SUASANA negara bagian Rakhine, Myanmar, kembali memanas. Konflik bersenjata antara pejuang Rohingya dengan tentara Myanmar memaksa puluhan ribu orang melarikan diri ke Bangladesh.

Konflik tempat warga minoritas Muslim Rohingya banyak bermukim tersebut sejatinya sudah menahun. Berikut kronologi situasi terakhir di Rakhine.

Serangan ARSA

Kelompok militan yang menamakan diri mereka Tentara Penyelamat Arakan Rohingya (ARSA), menyerang tentara, polisi, dan 25 pos perbatasan Myanmar yang berada di Rakhine pada Jumat 25 Agustus 2017. Serangan tersebut kembali membuka luka lama agresi militer ke Rakhine State yang belum lama dihentikan pada Februari.

Kekerasan itu menewaskan setidaknya 98 orang. Pertempuran terus berlangsung hingga Sabtu 26 Agustus. Sementara operasi militer masih berjalan hingga hari ini.

4.000 Warga Myanmar Diungsikan dari Rakhine

Pemerintah Myanmar langsung mengevakuasi setidaknya 4.000 warga dari wilayah Negara Bagian Rakhine akibat keadaan yang semakin memanas. Di saat bersamaan, ribuan warga etnis Rohingya juga melarikan diri ke Bangladesh. Mereka terpaksa mengambil rute tersebut karena bagai dianaktirikan oleh pemerintah Nay Pyi Taw.

Memanasnya situasi tersebut diklaim oleh pemerintah Myanmar akibat kelompok pemberontak yang terdiri dari warga Rohingya.

Evakuasi Dinilai Diskriminatif

Evakuasi terhadap 4.000 orang warga Rakhine di luar Muslim Rohingya terkesan diskriminatif. Pemerintah Myanmar seakan membiarkan begitu saja terkepung di antara pertempuran kedua pihak. Seorang saksi mata menuturkan, tentara membakar rumah-rumah warga untuk mendesak kelompok militan keluar dari persembunyian.

(Asap membumbung tinggi dari salah satu wilayah di Rakhine. Foto: AFP)

“Di sebelah barat dari sini apa yang saya lihat hanya asap. Desa dibakar habis, pasar-pasar ditutup, dan warga desa takut keluar rumah karena tentara bisa berlaku kejam sementara persediaan makanan mulai habis. Saya bisa mendengar tangisan anak tetangga,” urai seorang Muslim Rohingya yang minta namanya dirahasiakan, mengutip dari Time, Kamis (31/8/2017).

Dituding Berkolusi dengan Militan, Organisasi Kemanusiaan Tarik Staf dari Rakhine

Kondisi semakin parah usai pemerintah menuding para sukarelawan kemanusiaan berkolusi dengan militan ARSA. Mereka berpendapat, sejumlah biskuit dari World Food Program (WFP) ditemukan di salah satu tempat yang dicurigai sebagai pelatihan militan.

Tuduhan senada dilontarkan Penasihat Keamanan Nasional Myanmar, Thaung Tun. Ia mengatakan, ammonia dan pipa yang digunakan oleh pekerja pembangunan, dipakai untuk membuat bom oleh militan ARSA. WFP dan sejumlah badan kemanusiaan meminta Myanmar membuktikan bukti sehingga bisa dilacak.

Akibat tuduhan tersebut, sebagian besar organisasi kemanusiaan menarik staf mereka dari Rakhine. Selain tuduhan, meningkatnya kekerasan juga menjadi alasan penarikan mundur para staf tersebut.

“Di jalan keluar dari Maungdaw ke Buthidaung, dan bahkan di atas perahu, kami melihat desa-desa terbakar dan helikopter militer berpatroli. Padahal, badan kemanusiaan sedang memberikan bantuan bagi mereka yang membutuhkan. Sangat memalukan,” ucap seorang sukarelawan asing.

Klaim Pemerintah Myanmar dan Klaim Muslim Rohingya

Pemerintah Myanmar bersikeras bahwa aksi bersih-bersih itu sudah sesuai hukum serta mengklaim rumah-rumah yang dibakar itu ditinggali oleh kelompok militan ARSA. Menteri Kesejahteraan Myanmar, Win Myat Awe mengklaim, militan ARSA membakar sendiri rumahnya dan kabur.

Sedikitnya 110 orang tewas terbunuh selama operasi tersebut. Pemerintah mengklaim sebagian besar korban tewas merupakan anggota kelompok ARSA. Akan tetapi, Muslim Rohingya mengaku bahwa rumah mereka sengaja dibakar oleh tentara, polisi, dan penganut garis keras. Warga sipil juga ditembaki saat berupaya menyelamatkan diri.

Mengungsi ke Bangladesh

Puluhan ribu Muslim Rohingya terpaksa melarikan diri ke Bangladesh sejak Jumat lalu. Jumlah mereka saat ini sudah mencapai 27.400 orang yang ditampung di Cox’s Bazar. Sebagian besar Muslim Rohingya masuk Bangladesh dengan cara menyusuri Sungai Naf yang terletak di antara perbatasan kedua negara.

(Muslim Rohingya yang berada di kamp penampungan Bangladesh. Foto: Getty Images)

Perwakilan PBB di Bangladesh menuturkan, puluhan pengungsi terpaksa dibawa ke rumah sakit karena menderita luka tembak dan luka bakar. Beberapa di antaranya bahkan berada dalam keadaan sekarat. Sementara itu, 20 ribu orang lainnya masih terjebak di perbatasan selama berhari-hari karena Bangladesh menutup jalur masuk.

Kondisi mereka yang ada di penampungan sementara pun bisa dikatakan memprihatinkan. Bangladesh menyatakan hampir tidak mampu lagi menampung kedatangan para pengungsi etnis Rohingya. Sebab, hingga hari ini, Bangladesh total sudah menerima sedikitnya 400 ribu orang Muslim Rohingya sejak konflik Rakhine meletus 2012.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya