BOGOR - Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra mengirim surat kepada Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia, Palais Wilson, terkait kekerasan terhadap muslim Rohingya di Myanmar.
Di awal suratnya tersebut, Yusril menyampaikan rasa simpati dan duka yang mendalam terhadap kematian 400 muslim Rohingya dalam beberapa hari terakhir ini. Menurutnya, genosida yang persisten ini adalah produk dari absennya intervensi kekuatan militer dan pemerintahan Myanmar di bawah pemerintahan Aung San Suu Kyi.
"Kedua pihak ini tidak menunjukan kemauan politik yang signifikan untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap kekejaman massal yang dilakukan berulang kali terhadap muslim Rohingya di Myanmar," tulis Yusri dalam suratnya yang dimuat di akun Twitter @Yusrilihza_Mhd.
[Baca Juga: Keren! NU Berangkatkan Relawan untuk Lakukan Aksi Kemanusiaan terhadap Rohingya]
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini pun sempat menyinggung prinsip-prinsip dasar Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia yang mendasar, dalam harkat martabat dalam persamaan hak laki-laki dan hak perempuan serta negara-negara besar dan kecil.
"Atas nama sebagaian umat muslim Indonensia khususnya sebagai anggota dan simpatisan partai yang saya pimpin, saya akan sangat menghargai jika Dewan Hak Asasi Manusia PBB dapat mengangkat kasus genosida muslim di Rohingya di Myanmar menjadi agenda dalam Universal Periodic Review (UPR)," pinta Yusri.
Melalui UPR di bawah kepemimpinan Palais Wilson, Yusril pun berharap memberikan kesempatan agar Aung San Suu Kyi dan pimpinan militer Myanmar untuk menjelaskan secara menyeluruh terjadinya kasus genosida di sana. Nantinya, jika tidak ditemukan solusi, Yusril meminta agar PBB segera menghentikan permasalahan ini karena akan menciptakan ketidakstabilan regional.
"Sebagai solidaritas moral dan kode etik serta tanggung jawab memajukan dan melindungi harkat martabat manusia, sekali lagi izinkan saya mewakili sebagian umat islam Indonesia khususnya anggota dan pendukung partai politik saya untuk membawa kasus genosida Rohingya, Myanmar untuk menjadi perhatian segera dari Yang Mulia dan menjadikannya sebagai agenda UPR dalam persidangan yang berikutnya," harap Yusri.
[Baca Juga: Masyarakat Indonesia Diminta agar Percayakan Penyelesaian Konflik Rohingya kepada Pemerintah]
Sehari sebelumnya, Yusri juga sempat membuat surat untuk Ketua Komite Hadiah Nobel Perdamaian, Kaci Kullmann Five. Dalam surat tersebut, Yusril meminta agar hadiah nobel perdamaian yang diberikan kepada Aung San Suu Kyi dibatalkan.
"Sebagai salah satu dai sekitar dua milyar umat islam, izinkan saya untuk memberikan alasan atas keputusan Yang Mulia yang secepatnya dan paling bijaksana untuk pembatalan tersebut," kata Yusri.
Menurutnya, pembatalan tersebut berkontribusi pencapaian kesuluruan misi suci hadiah nobel perdamaian. Hal itu dikarenakan apa yang dilakukan Aung San Suu Kyi tidak sesuai dengan tujuan utama dalam pemberian penghargaan perdamaian.
"Sekali lagi, ini adalah momentum yang tepat bagi pemberi nobel perdamaian untuk mengumumkan pembatalan kepada Aung San Suu Kyi. Yang Mulia memegang peran kunci untuk meminjau status Aung San suu Kyi dlaam daftar peraih nobel perdamaian karena ini cerminan dunia islam dan masyarakat internasional," tutupnya.
(Abu Sahma Pane)