SEOUL – Mantan staf dari Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Park Geun-hye didakwa atas tuduhan melakukan sumpah palsu dan memalsukan dokumen oleh pengadilan pada Rabu, 28 Maret.
Korea Herald, Kamis (29/3/2018) melaporkan, mantan Kepala Staf Kim Ki-choon, Kim Jang-soo and Kim Kwan-jin yang mengepalai Kantor Keamanan Nasional di Pemerintahan Park didakwa telah memanipulasi catatan waktu perkembangan tenggelamnya kapal feri Sewol pada 2014. Selain ketiga mantan pejabat tersebut, mantan Sekretaris Presiden, Yoon Jeon-choo juga didakwa atas tuduhan melakukan sumpah palsu.
Menyusul tenggelamnya kapal feri Sewol di perairan lepas pantai barat laut Jindo pada 2014, Pemerintahan Park memanipulasi waktu saat sang presiden pertama kali diberi informasi mengenai kecelakaan tersebut. Menurut jaksa penuntut yang menyelidiki dugaan kelalaian Park dalam menjalankan tugasnya, tindakan tersebut kemungkinan minimnya upaya penyelamatan bagi para korban.
Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul mengumumkan hasil pemeriksaan pada Rabu, mengatakan kantor kepresidenan sengaja mengubah waktu ketika mantan presiden menerima laporan pertama tentang tenggelamnya dari sekira pukul 10.20 pagi menjadi sekira pukul 10.00 pagi. Sementara itu, kapal Feri Sewol sudah mulai tenggelam sejak sebelum pukul 9 pagi dan benar-benar tenggelam pada pukul 10.30, merenggut total 304 nyawa penumpang dan awaknya.
Jaksa penuntut mengungkapkan bahwa Kantor Keamanan Nasional tidak dapat menghubungi Park tepat waktu setelah mereka mengetahui tentang kecelakaan tersebut dari Penjaga Pantai, sehingga menunda instruksi resmi pemerintah untuk melakukan upaya penyelamatan. Jaksa mengatakan, Park memberi instruksi pertama penyelamatan pada pukul 10.22 pagi bukan pukul 10:15 pagi seperti yang ditekankan oleh pemerintahannya.
Penyelidikan tersebut juga mengungkapkan fakta bahwa Kepala Kantor Keamanan Nasional, Kim Kwan-jin menghapus bagian dari pedoman manajemen krisis nasional tanpa proses hukum yang sesuai. Kim Kwan-jin menghapus bagian yang menetapkan peran agensinya sebagai "menara kontrol" selama situasi krisis nasional, sebagai usaha nyata untuk menghindari tanggung jawab atas kegagalan upaya penyelamatan.