TARAKAN - Sejumlah benda bernilai sejarah, antara lain tembok pertahanan dan pengintai (stelling) tentara Jepang pada perang dunia (PD) II di Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara) terlantar. Dilaporkan bahwa kondisi memprihatinkan terlihat di sekitar enam stelling di sekitar depan Bandara Juwata, Tarakan.
Jejak sejarah berupa situs bangunan untuk pertahanan itu tidak terurus bahkan di dalamnya beralih fungsi jadi tempat pembuangan sampah. Lahan sekelilingnya juga nampak dikuasai warga untuk menanam sayuran, rumah serta pembuatan batako.
Padahal sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka bangunan bersejarah itu harus dilestarikan. Bangunan lain yang tampak telantar adalah peninggalan bangunan kuno BPM (Bataafsche Petroleum Maatscappij) atau perusahaan minyak Belanda yang sudah beroperasi 1930-an. Sesuai Undang-Undang itu maka cagar budaya bukan hanya bersifat kebendaan (tangible) namun mengandung informasi (intangible).
Beberapa peninggalan cukup terawat dan menjadi obyek wisata sejarah, antara lain meriam anti-udara di Gunung Tembak Pantai Amal atau sejumlah bunker. Pulau Tarakan adalah tempat tentara Jepang pertama kali mendarat di Indonesia 1942.
Kekayaan alam Kaltara berupa minyak bumi dan posisi strategis jadi incaran negara lain baik Jepang maupun Belanda yang ingin kembali berkuasa dengan membonceng sekutu di masa lalu. Dalam pertempuran sengit 1945 silam, sedikitnya 225 tentara sekutu (Amerika, Inggris, Australia dan Belanda) gugur dan 2.000 dari pihak Jepang. Serangan udara, laut dan udara menyebabkan kerusakan sangat parah di Tarakan kala itu.
(Rizka Diputra)