BOYOLALI - Suara gemuruh dari puncak Gunung Merapi yang didengar warga Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali diperkirakan dari guguran atau gesekan celah celah yang terkena tekanan. Guguran berasal dari material lama, di tebing-tebing yang dulu terbentuk.
Petugas Seksi Gunung Merapi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Juliyanto Wibowo mengatakan, petugas pengamat yang melakukan pengukuran Electronic Distance Measurement (EDM) di Dukuh Stabelan juga mendengar suara gemuruh.
“Itu bisa dari guguran, kemudian dari gesekan celah celah yang terkena tekanan juga bisa terjadi suara gemuruh,” kata Juliyanto Wibowo saat ditemui Sindonews di pos pengamatan Gunung Merapi di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Selasa (10/11/2020) sore.
Dia menegaskan bahwa guguran berasal dari material lama, dari lava 1998 dan 1948. “Itu proses produk erupsi tahun itu, jadi belum dari magma yang keluar dari bumi,” terangnya.
Ia meluruskan kabar Merapi memuntahkan guguran. Sebab saat ini, Merapi belum muntah sehingga material baru belum ada. Dengan demikian, guguran itu dari tebing tebing yang dulu telah terbentuk.
Material lama yang ada di puncak, karena adanya tekanan magma dari bawah akhirnya agak miring, tidak stabil dan terjadi guguran. Sejauh ini, aktivitas gunung yang ada di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta ini cukup fluktuatif.