EROPA - Para ilmuwan telah menemukan cara untuk memprediksi wabah kolera dengan menggunakan kombinasi satelit perubahan iklim dan kecerdasan buatan.
Para peneliti berharap pada akhirnya teknologi akan menyelamatkan orang-orang yang tinggal di daerah yang terkena dampak parah.
"Ini cukup mengesankan karena kita dapat mengukur 'denyut nadi' planet ini," kata Dr Paolo Cipollini, dari badan ruang angkasa eropa, European Space Agency (ESA).
"Anda tidak akan berpikir tentang ruang angkasa dan satelit untuk mengatasi masalah kesehatan, tetapi ini adalah hal yang kini diterima secara lebih luas,” terangnya.
"Kita akan melihat semakin banyak penggunaan observasi bumi untuk kepentingan masyarakat, termasuk penyebaran penyakit dan dampak perubahan iklim terhadap penyakit," ujarnya.
"Ini penting karena orang-orang yang akan terlindungi; itu memungkinkan kita mengambil tindakan yang akan menguntungkan beberapa populasi termiskin," ungkapnya.
(Baca juga: Bertemu Menlu Myanmar, Menlu RI Tekankan Pentingnya Keselamatan Rakyat)
Tim dari ESA dan Plymouth Marine Laboratory (PML) mengumpulkan data satelit lingkungan yang ada selama delapan tahun dan dengan menggunakan kecerdasan buatan, mereka membuat model yang memperkirakan di mana kemungkinan penyebaran kolera.
Kolera adalah penyakit yang ditularkan melalui air, yang disebabkan oleh makanan atau air minum yang terkontaminasi bakteri Vibrio cholerae.
Penyakit ini ditemukan di wilayah pesisir dunia, terutama di daerah tropis yang padat penduduk.
Sekitar setengah dari kasus kolera berasal dari negara-negara yang berbatasan dengan Samudra Hindia bagian utara, termasuk India, tempat yang dipelajari khusus oleh para peneliti.
(Baca juga: Isu Nuklir Iran dalam Titik Kritis, China Desak AS Cabut Sanksi)