"Jika Anda memperhatikan peta geologi Selandia Baru, ada dua hal yang tampak menonjol," kata Sutherland.
Salah satunya adalah Sesar Alpen, batas lempeng yang membentang di sepanjang Pulau Selatan dan, sangking besarnya, ia dapat dilihat dari luar angkasa.
Sabuk bebatuan berwarna merah — Median Batholith — seharusnya berjalan menuju Zealandia dalam garis diagonal, namun kenyataannya garis itu tampak seperti telah dipuntir.
Yang kedua, bentuk geologi Selandia Baru — juga benua Zealandia secara luas — bengkok dengan cara yang aneh.
Keduanya terbelah jadi dua dengan garis horizontal, yakni tempat di mana lempeng tektonik Pasifik dan Australia bertemu. Tepat di titik ini, tampak seperti seseorang memegang bagian bawah dan memuntirnya, sehingga sabuk bebatuan tidak hanya tak lagi sejajar, tapi membelok ke kanan.
Penjelasan mudahnya, lempengan tektonik bergerak, dan entah bagaimana membuat bentuk daratan dan bebatuan di atasnya tak beraturan. Tapi bagaimana dan kapan itu terjadi, tidak ada yang tahu pasti.
"Ada banyak teori, tapi secara umum hal ini belum diketahui," ucap Tulloch.
Sutherland menjelaskan, benua ini kemungkinan akan terus terlingkupi misteri. "Cukup sulit mendapatkan penemuan baru, ketika semuanya berada 2km di bawah permukaan laut, dan lapisan yang harus Anda ambil sampelnya berada di kedalaman 500m di bawah dasar laut,” terangnya.
"Ini adalah cara eksplorasi benua yang sulit dan menantang. Jadi, perjalanan dan survei ke wilayah ini akan membutuhkan banyak waktu, uang, dan tenaga,” ujarnya.
Maka sejauh ini, benua kedelapan telah menunjukkan bahwa — nyaris 400 tahun setelah misi pencarian Tasman — masih banyak yang belum ditemukan.
(Susi Susanti)