BANDUNG - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Meita Dhamayanti meminta agar uji klinis vaksin Covid-19 mengedepankan keseimbangan antara etika dan kualitas. Dua hal ini penting karena uji klinis vaksin umumnya melibatkan manusia sebagai subjek penelitian.
“Jadi antara etik dan kualitasnya dijaga benar dengan GCP (good clinical practice),” ujar Meita Dhamayanti dalam diskusi “Satu Jam Berbincang Ilmu (Sajabi): Etika Riset Vaksin” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara virtual, dalam siaran persnya.
Dijelaskan Prof. Meita, ada 14 standar yang harus dipenuhi dalam GCP. Di antaranya adalah pelaksanaan yang memenuhi aspek etis, uji klinis yang dilengkapi dengan protokol, adanya penilaian manfaat dan risiko, dilakukan review terlebih dahulu oleh Komisi Etik, dilakukan oleh peneliti dan staf yang berkualifikasi, serta ada sistem mutu.
Lebih lanjut Prof. Meita menjelaskan bahwa dalam standar internasional, untuk menjaga etik dan kualitas keilmuan, kuncinya adalah perlindungan hak-hak dan perlindungan subjek penelitian. “Dalam uji klinis yang diutamakan dalah keamanan, kenyamanan, dan perlindungan subyek,” ujar Prof. Meita.
Baca Juga : 2.230 Pasien Covid-19 Rawat Inap di RSDC Wisma Atlet Kemayoran
Selain itu, uji klinis vaksin juga diperlukan kualitas data yang baik atau kredibel untuk mendapatkan hasil yang baik pula. Data yang dihasilkan pada uji klinis vaksin pun akan didaftarkan ke otoritas regulasi atau akan dipublikasikan.
Menurut dia, penelitian apapun yang sekiranya dapat berdampak pada keselamatan dan kesejahteraan manusia sebagai subjek penelitian harus selalu dikaji.
“Karena riset yang baik akan memberikan hasil dan bukti yang baik sehingga tercapai pengelolaan kesehatan yang baik pula,” ujarnya.