JAKARTA - Kasus harian Covid-19 melonjak atau tertinggi pascalibur Lebaran pada 17 Juni 2021 sebanyak 12.624 kasus. Padahal, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperkirakan puncak kasus akan terjadi akhir Juni.
Mantan Direktur World Health Organization (WHO) Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama pun merekomendasikan lima langkah yang yang harus segera dilaksanakan untuk menekan angka kasus Covid-19.
“Sulit dibayangkan bagaimana suasana pada akhir bulan ini kalau kasus terus naik. Karena itu, kenaikan kasus perlu dikendalikan dan diturunkan, antara lain dengan lima langkah dibawah ini, yang harus dilakukan secara maksimal, tidak cukup hanya optimal saja,” kata Tjandra dalam keterangan yang diterima, Jumat (18/6/2021).
Baca juga: Kemenkes Prediksi Puncak Kasus Covid-19 Terjadi Awal Juli 2021
Pertama adalah pembatasan sosial, sesuatu yang mutlak diperlukan saat ini. Tjandra mengatakan pembatasan sosial dapat saja hanya amat terbatas, atau sedikit lebih luas, atau memang luas sampai kepada lockdown total.
“Yang pasti, dengan perkembangan sekarang, tidak mungkin lagi hanya meneruskan program yang sudah ada, sekarang harus ada peningkatan pembatasan sosial secara nyata dan jelas,” paparnya.
Kedua, meningkatkan secara maksimal pelaksanaan tes dan telusur (test and tracing). “Kedua hal ini angka indikator targetnya jelas, hanya tinggal dipastikan pelaksanaannya di semua Kabupaten/Kota secara merata dengan komitmen yang jelas,” kata Tjandra.
Baca juga: Kemenkes: 90% Tenaga Kesehatan yang Terpapar Covid-19 di Kudus Sembuh
Ketiga, karena kasus sudah tinggi maka tentu perlu kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, baik di Rumah Sakit maupun juga sama pentingnya di pelayanan kesehatan primer.
“Yang disiapkan bukan hanya ruang isolasi dan ICU, alat dan obat, sarana dan prasarana lain, tetapi yang paling penting adalah SDM petugas kesehatan yang harus terjamin bekerja secara aman. Tidaklah tepat kalau hanya menambah ruang rawat tanpa diiringi penambahan petugas kesehatan,” ungkap Tjandra.
Keempat, kepastian tersedianya data yang akurat dan selalu update. Tjandra mengatakan analisa data ini juga harus dilakukan dengan dasar ilmu pengetahuan yang baik dan bijak. “Hal ini sangat diperlukan agar penentu kebijakan publik dapat membuat keputusan yang berbasis bukti ilmiah yang tetap, evidence-based decision making process,” paparnya.