Cara Unik Wanita Afghanistan Protes Kebijakan Taliban Terhadap Perempuan, Pakai Baju Tradisional Warna-warni

Vanessa Nathania, Jurnalis
Selasa 14 September 2021 13:25 WIB
Wanita Afghanistan protes kebijakan Taliban pakai baju warna warni (Foto: CNN)
Share :

Sana Safi, seorang jurnalis BBC terkemuka yang berbasis di London, memposting foto dirinya dalam pakaian tradisional berwarna-warni.

"Jika saya berada di Afghanistan maka saya pasti akan mengenakan jilbab. Ini hal 'konservatif' dan 'tradisional' seperti yang saya/Anda pasti dapatkan,” tulisnya.

"Ini adalah pakaian tradisional kami. Kami menyukai banyak warna. Bahkan nasi kami pun berwarna-warni dan begitu pula bendera kami,” terang Sodaba Haidare, jurnalis BBC lainnya.

Tidak ketinggalan, Peymana Assad, seorang politisi lokal di Inggris yang berasal dari Afghanistan, menulis pendapatnya di media sosial. "Pakaian budaya kami bukanlah pakaian ‘dementor’ yang dikenakan wanita Taliban,” cuitnya.

"Ini adalah budaya Afghanistan," lanjutnya.

Fereshta Abbasi, seorang pengacara Afghanistan, men-tweet gambar pakaian tradisional, Hazaragi-nya.

"Hijab sudah ada sebelum jatuhnya Kabul. Kita bisa melihat wanita berhijab, tetapi hal ini didasarkan pada keputusan keluarga dan bukan pemerintah,” terang Shekiba Teimori, seorang penyanyi dan aktivis Afghanistan yang melarikan diri dari Kabul bulan lalu, mengatakan kepada CNN.

Dia mengatakan bahwa sebelum Taliban datang ke Afghanistan, nenek moyangnya mengenakan gaun Afghanistan warna-warni yang sama seperti yang ada di fotonya.

Nasib perempuan di Afghanistan telah menjadi sumber keprihatinan utama sejak Taliban mengambil alih negara itu dengan cepat setelah penarikan pasukan AS dan internasional yang kacau pada Agustus lalu.

Taliban, yang memerintah Afghanistan dari tahun 1996 hingga 2001 tetapi dipaksa turun dari kekuasaan setelah invasi pimpinan AS, secara historis memperlakukan perempuan sebagai warga negara kelas dua, menjadikan mereka sasaran kekerasan, pernikahan paksa, dan kehadiran yang nyaris tak terlihat di negara itu.

Setelah mereka merebut kembali ibu kota negara itu bulan lalu, kepemimpinan Taliban mengklaim bahwa mereka tidak akan memaksakan kondisi kejam seperti itu saat berkuasa. Tetapi tidak adanya perwakilan perempuan dari pemerintahan sementara mereka yang baru dibentuk dan hilangnya perempuan hampir dalam semalam dari jalan-jalan utama telah menyebabkan kekhawatiran besar tentang apa yang akan terjadi selanjutnya untuk setengah dari penduduknya.

(Susi Susanti)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya