JAKARTA – Satuan elite Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) tak hanya disegani dunia karena kemampuan tempurnya, tetapi juga kecakapan dalam bidang antiteror.
Kehebatan para prajurit Korps Baret Merah ini tak lepas dari berbagai penugasan operasi dan medan peperangan. Lalu spesifikasi mumpuni juga lahir dari pendidikan komando maha berat yang menempa fisik dan psikis.
Generasi awal Kopassus yang dulu dikenal dengan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) diketahui ‘lahir’ dari tangan dingin pelatih. Salah satu instruktur generasi pertama tersebut yakni Kapten (Purn) Wardi. Menariknya, Wardi ternyata pernah menjadi penjaga kantin Pusat Pendidikan Kopassus.
Wardi adalah prajurit bintara (onder officier) RPKAD. Dia dipanggil Kapten Sandihardjo dan ditunjuk sebagai pelatih komando, tepatnya pada 1951. Total 42 pelatih pada generasi pertama, kala itu. Wardi menceritakan, pelatihan para prajurit Komando dilakukan saat Indonesia masih mengalami banyak gejolak dan pemberontakan kelompok kanan maupun kiri pada 1950-an. Saat itu, salah satu fokus prajurit komando yakni meredam gerakan radikal dan separatis yang merongrong keselamatan NKRI.
Baca juga: Jenderal Dudung ke Prajurit Kopassus Jangan Timbulkan Ketakutan dan Kebencian Masyarakat
“Awalnya rekrutmen pertama melatih Batalyon 11, lalu gelombang kedua Batalyon 317 dan gelombang ketiga dikenal dengan BSH atau Barisan Sakit Hati dari satuan TNI di Cirebon,” kata Wardi dalam buku ‘Kopassus untuk Indonesia: Profesionalisme Prajurit Kopassus’ karya Iwan Santosa dan EA Natanegara.
Pada generasi awal RPKAD tersebut, diktat materi pendidikan berbahasa Inggris dan Belanda. Materi itu diterjemahkan dan disampaikan kepada para siswa Komando. Pada 1952, pendidikan pasukan baret merah ini dipindahkan ke Batujajar, Jawa Barat.
Baca juga: Terima Tiga Brevet dari Kopassus, Jenderal Dudung Kebanggaan Bagi Saya