JAKARTA - Pada 27 Desember 1949 dilakukan penyerahan kedaulatan. Wakil Mahkota Belanda yang baru menyerahkan kedaulatan itu kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Jenderal Mayor F Mallinger menyerahkannya kepada Kolonel Gatot Soebroto.
Waktu Letnan Kolonel Achmad Junus Mokoginta menerima penyerahan kekuasaan di Makassar, ia hanya dengan beberapa anggota staf dan sepasukan Polisi Militer.
Kemudian anggota-anggota KNIL, yang bersedia digabungkan ke dalam APRIS, termasuk pasukan Kapten Andi Azis pada tanggal 30 Maret 1950.
Kekurangan kekuatan TNI di Sulawesi Selatan waktu itu tentunya harus segera ditambah. Pimpinan TNI segera menetapkan akan mengirimkan Batalyon Worang dari Brigade XVIII/Jawa Timur ke Makassar dengan kapal “Waikelo”.
Tetapi belum juga Batalyon Worang itu sampai di Makassar, keributan terjadi di wilayah itu, di tengah suasana pertentangan yang masih hidup antara pihak unitaris dan federalis, antara yang menginginkan Negara Kesatuan RI dan Negara RIS.
Baca juga: Pasukan KNIL Hindia Belanda dari Jawa Ternyata Suka Minum Jamu
Memang suasana politik seperti itu masih hidup di pelbagai termpat yang pernah diduduki oleh tentara Belanda. Sementara sebagian kekuatan mengadakan rapat-rapat untuk menunjukkan keinginan berdirinya “negara-negara bagian”, bagian lainnya menentangnya dengan pelbagai pernyataan dan demonstrasi.
Baca juga: Kisah Londo Ireng Tentara Belanda Berkulit Hitam yang Suka Pakai Sepatu
Demikian dilansir dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH, diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta, tahun 1982, seperti dikutip dari hmsoeharto.id.