JAKARTA - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan lima saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau, dengan terdakwa Surya Darmadi alias Apeng dan Raja Thamsir Rachman.
Salah satu saksi yang dihadirkan adalah Subkoordinator Perencanaan Tata Hutan pada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Ardesianto. Dalam kesaksiannya, Ardesianto mengungkap kepemilikan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Banyu Bening Utama (BBU) yang merupakan anak usaha PT Duta Palma Group.
"Setahu saya ada. Ada dua izin, tapi satu hamparan. Pertama itu HGU dan kedua itu penambahan 1.500 hektar," kata Ardes, sapaan akrabnya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (31/10/2022).
Ardes menjelaskan, lahan yang digarap PT Banyu Bening Utama merupakan area pengembangan kawasan perkebunan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Riau Nomor 10 Tahun 1994. Namun, peruntukan lahan tersebut berbeda dengan yang ada di peta kawasan hutan Riau.
"Jadi secara Perda 10 itu memang arahan pengembangan kawasan perkebunan tapi secara peta kawasan hutan itu adalah kawasan hutan," kata Ardes.
Sementara itu, saksi Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau 2012-2015, Zulher juga menegaskan bahwa lahan yang izinnya dimiliki oleh Dulta Palma Grup, melalui PT Panca Agro Lestari, memang sangat cocok untuk Kelapa Sawit. Menurut dia, itu berdasarkan peta potensi dan tingkat kesuburan lahan.
"Iya Yang Mulia, cocok untuk perkebunan sawit,” kata Zulher.
Karena itu, lanjut Zulher, pihaknya menilai bahwa rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit sudah sesuai dari aspek kesosialan lahan dan faktor pembatas, serta telah sesuai rencana makro pembangunan perkebunan.
"Namun, dalam hal perolehan kawasan perkebunan agar berkoordinasi dengan instansi terkait, masalah hutan dengan kehutanan, tata ruang dengan Bappeda,” kata Zulher yang juga pernah menjabat Fungsional Dinas Kehutanan Provinsi Riau Tahun 2015-2016.