Saksi Korupsi Alih Fungsi Lahan Ungkap Kepemilikan HGU Perusahaan Surya Darmadi

Arie Dwi Satrio, Jurnalis
Senin 31 Oktober 2022 23:13 WIB
Sidang kasus suap alih fungsi lahan. (MNC Portal)
Share :

JAKARTA - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan lima saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau, dengan terdakwa Surya Darmadi alias Apeng dan Raja Thamsir Rachman.

Salah satu saksi yang dihadirkan adalah Subkoordinator Perencanaan Tata Hutan pada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Ardesianto. Dalam kesaksiannya, Ardesianto mengungkap kepemilikan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Banyu Bening Utama (BBU) yang merupakan anak usaha PT Duta Palma Group.

"Setahu saya ada. Ada dua izin, tapi satu hamparan. Pertama itu HGU dan kedua itu penambahan 1.500 hektar," kata Ardes, sapaan akrabnya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (31/10/2022).

Ardes menjelaskan, lahan yang digarap PT Banyu Bening Utama merupakan area pengembangan kawasan perkebunan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Riau Nomor 10 Tahun 1994. Namun, peruntukan lahan tersebut berbeda dengan yang ada di peta kawasan hutan Riau.

"Jadi secara Perda 10 itu memang arahan pengembangan kawasan perkebunan tapi secara peta kawasan hutan itu adalah kawasan hutan," kata Ardes.

Sementara itu, saksi Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau 2012-2015, Zulher juga menegaskan bahwa lahan yang izinnya dimiliki oleh Dulta Palma Grup, melalui PT Panca Agro Lestari, memang sangat cocok untuk Kelapa Sawit. Menurut dia, itu berdasarkan peta potensi dan tingkat kesuburan lahan.

"Iya Yang Mulia, cocok untuk perkebunan sawit,” kata Zulher.

Karena itu, lanjut Zulher, pihaknya menilai bahwa rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit sudah sesuai dari aspek kesosialan lahan dan faktor pembatas, serta telah sesuai rencana makro pembangunan perkebunan.

"Namun, dalam hal perolehan kawasan perkebunan agar berkoordinasi dengan instansi terkait, masalah hutan dengan kehutanan, tata ruang dengan Bappeda,” kata Zulher yang juga pernah menjabat Fungsional Dinas Kehutanan Provinsi Riau Tahun 2015-2016.

Sementara itu, tim kuasa hukum terdakwa Surya Darmadi, Juniver Girsang memastikan, perusahaan kliennya mempunyai HGU dalam melaksanakan aktivitas usaha. HGU itu diperoleh dari anak usaha Duta Palma Group yakni, PT Kencana Amal Tani dan Banyu Bening.

"Bahwa mereka mengkui dua hak guna usha itu sudah diperoleh. Pertama yaitu Amal Tani dan Banyu Bening, kemudian mereka juga mengakui bahwa sudah ada namanya izin lokasi dan IUP," ucap Juniver.

Dia menyatakan, IUP yang disebut bermasalah itu tidak pernah dibatalkan. Sehingga sampai saat ini masih berlaku. "Kemudian diakui bahwa kalau itu tidak dicabut, dengan demikian masih berlaku tentu ini akan ditingkatkan pengurusan untuk menerbitkan HGU," ujar Juniver.

Juniver menegaskan, seharusnya Surya Darmadi belum menjadi persoalan hukum. Sebab, kata dia, masih terdapat batas waktu apabila izin-izinnya belum bisa diselesaikan sampai 2023. Di mana, saat ini Surya Darmadi sedang mengurus izin-izin PT Duta Palma Group.

"Sebetulnya tidak ada pelanggaran. Masih ada kewenangan kalau dokumennya tidak lengkap akan dipenuhi dalam waktu tiga tahun sejak 2020 yaitu sesuai UU Cipta Kerja," pungkas Juniver.

Untuk diketahui, Bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi alias Apeng didakwa oleh tim jaksa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp4.798.706.951.640 (Rp4 triliun) dan 7.885.857 dolar AS serta perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000 (Rp73 triliun).

Kerugian keuangan dan perekonomian negara itu akibat dugaan korupsi terkait kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit atau alih fungsi lahan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Apeng didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan mantan Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman.

Jaksa membeberkan, Surya Darmadi diduga telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp7.593.068.204.327 (Rp7 triliun) dan 7.885.857 dolar AS sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Penghitungan kerugian negara itu merupakan Laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03/SR/657/D5/01/2022 tanggal 25 Agustus 2022.

Sedangkan kerugian perekonomian negara akibat korupsi Surya Darmadi, sambung jaksa, mengacu pada Laporan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) tanggal 24 Agustus 2022.

Tak hanya itu, Surya Darmadi juga didakwa telah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Surya Darmadi didakwa mencuci uang hasil korupsi lahan sawit ke sejumlah aset maupun transfer ke berbagai pihak.

(Erha Aprili Ramadhoni)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya