JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebut ada 7 provinsi dalam 10 terakhir mencatatkan kejadian bencana tertinggi. Sebanyak 7 provinsi tersebut diantaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan.
“Kita lihat distribusi spasialnya sebenarnya kita lihat Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, ini adalah 7 provinsi yang dalam 10 tahun terakhir itu menjadi yang tertinggi di Indonesia,” ungkap Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari saat Konferensi Pers secara virtual, Senin (26/12/2022).
BACA JUGA:Nafsu Setan Tak Dilayani, Pemuda Pengangguran Sebar Foto Bugil Mantan Pacar
Bahkan, kata Aam sapaan akrabnya mengatakan jika 7 provinsi ini bisa mengurangi intensitas kejadian bencananya hingga 50%, maka akan bisa mengurangi kejadian bencana secara nasional lebih dari 20%.
“Saya menyampaikan kalau kita hitung jumlahnya dari 7 provinsi ini kalau mereka bisa mengurangi di tahun depan 50 persen saja, setengah dari kejadian bencana tahun depan itu kita bisa mengurangi kejadian bencana secara nasional itu lebih dari 20 persen,” paparnya.
BACA JUGA:Revitalisasi Stadion Teladan, Bobby Nasution: Setelah Pembangunan Jangan Sampai Perawatan Tak Layak
Lebih lanjut, Aam mengungkapkan kejadian dalam setahun terakhir yang tercatat sebanyak 3.461 kali bencana. “Ini kita timeline waktunya dari 14 Januari kita punya gempa bumi 6,6 Skala Richter, Magnitudo sebenarnya di Kabupaten Pandeglang tidak ada korban jiwa waktu itu, cuma ada kerusakan ringan kerusakan rumah dalam hitungan yang tidak terlalu banyak, kemudian 25 Februari gempa bumi 6,1 tapi ini di darat. Kalau gempa bumi di Banten itu pusatnya di laut sehingga muncul efek guncangannya ke darat tidak terlalu kuat.”
Kemudian, pada 25 Februari di Pasaman dan Pasaman Barat terjadi gempa sesar yang sebelumnya belum diketahui, sama halnya seperti gempa Cianjur 21 November. “Jadi kita punya pengalaman dua gempa signifikan di tahun ini yang dua-duanya itu berasal dari zona sesar yang kita kita belum petakan dari sebelumnya. Nanti kita lihat sebagai pembelajaran yang paling penting di tahun ini.”
“1 Maret ada banjir di Kota dan Kabupaten Serang itu ada 5 jiwa korban di kota Serang dan 1 di Kabupaten Serang, itu disampaikan merupakan banjir terburuk dalam 20 tahun terakhir di Serang. Kalau misalnya itu banjir terburuk dalam 20 tahun terakhir itu kita harus lihat kondisi lingkungannya seperti apa. Artinya kita harus perbaiki di sisi lingkungan,” ungkap Aam.
Selanjutnya pada 28 April ada tanah longsor, 21 Mei tanah longsor, 22 Juni tanah longsor, 15 Juli tanah longsor, 28 Juli banjir, 26 September tanah longsor, 1 Oktober gempa di Tapanuli dimana satu orang meninggal yang diakibatkan sesar darat, kemudian 12 Oktober tanah longsor, 14 Oktober tanah longsor, 21 November gempa bumi, dan 4 Desember itu awan panas guguran.
“Jadi kita bisa lihat sebenarnya dari rangkaian ini, tanah longsor ini paling signifikan dalam menimbulkan korban jiwa meskipun skalanya kecil tapi sering, ini yang kita sebut dengan high frekuensi but low impact, terjadinya sering tapi dampaknya rendah, meskipun ada korban meninggal tapi dibanding dengan gempa bumi atau letusan gunung api dengan low frekuensi but high impact, jarang terjadi tapi signifikan,” paparnya.
(Nanda Aria)